JAKARTA – Pemerintah menjajaki impor gas 150 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari Papua Nugini untuk kebutuhan pabrik pupuk yang akan dibangun di Merauke, Papua.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sesuai Neraca Gas Indonesia, pada 2019 pemerintah harus mengimpor gas bumi. Di sisi lain, Pemerintah Papua Nugini memiliki produksi gas bumi yang cukup besar.

“Kita ada program dari pemerintah, yakni membangun ladang pertanian yang sangat luas di Merauke. Jadi kita bisa beli gas dari Papua Nugini, kita bikin pabrik pupuk di Merauke,” kata Wiratmaja.

Kedua negara, lanjut dia, tengah membicarakan besaran gas yang dibutuhkan Indonesia dan sebaliknya, Papua Nugini juga menghitung kesediaan gasnya. Pemerintah memperkirakan kebutuhan gas untuk pabrik pupuk sekitar 150 MMSCFD.

Wiratmaja mengatakan impor gas dapat dilakukan dengan membangun pipa gas di daerah perbatasan, di mana di lokasi tersebut akan dikembangkan lahan pertanian secara besar-besaran. “Karena di perbatasan, ditarik saja pipanya karena tanah pertanian kita di sekitar Merauke. Ini untuk keperluan pertanian dan rencana ini untuk jangka panjang,” tambahnya.

Pemerintah pada November 2015 telah meluncurkan Neraca Gas Bumi Indonesia 2015-2030. Neraca gas merupakan amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan minyak bumi dan gas bumi, dan menetapkan Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Nasional.

Neraca Gas Bum berisi informasi supply dan demand gas bumi untuk seluruh sektor pengguna gas bumi di Indonesia, baik secara nasional maupun regional yang terbagi menjadi enam region dengan mempertimbangkan interkonektivitas infrastruktur.

Neraca Gas Indonesia ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam jangka menengah (2016-2022) dan jangka panjang (2023-2030) dengan pertumbuhan kebutuhan gas bumi dalam negeri kemungkinan akan memerlukan impor gas bumi atau LNG pada 2019.(AT)