JAKARTA – Pemerintah menyebutkan dari 11 badan usaha pencampur dan penyalur bahan bakar minyak (BBM) dengan biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester/FAME), hanya PT Pertamina (Persero) yang kekurangan pasokan FAME.

Investigasi dan laporan mengenai belum optimalnya pasokan FAME ke Pertamina sedang dikumpulkan dan pemerintah tidak akan segan menjatuhi hukuman siapa saja yang terbukti lalai, sehingga menyebabkan Pertamina tidak maksimal menjalankan mandatory biodiesel 20% atau B20.

Pemerintah bahkan tidak segan mencabut izin niaga badan usaha yang terbukti bersalah dan tidak ada niatan untuk memperbaiki kondisi ini.

“Ini mau rapat, bagaimana mekanisme sanksinya. Kami mau cek, badan usaha mana yang tidak kirim, masalahnya apa, kalau mereka salah, ya denda, kalau tidak mau ya kami cabut saja,” kata Djoko di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (28/9).

Pertamina sesuai dengan Kepmen ESDM Nomor 1936 K/ 10/MEM/2018 mendapatkan alokasi FAME tambahan (Non PSO) untuk periode September-Desember untuk dicampurkan dengan solar sebesar 595.168 Kilo Liter (KL). Untuk pasokan PSO yang sudah ditetapkan sebelumnya volume FAME 1.910.205 KL.

Hingga 25 September dari Pre Order (PO) FAME yang diminta Pertamina volume  431.681 KL, baru sekitar 62% yang dikirim atau baru 224.607 KL.

Sesuai dengan beleid yang ada maka sanksi berupa denda bisa diberikan baik kepada badan usaha BBN maupun badan usaha penyalur BBM dengan besaran sanksi sama-sama Rp 6 ribu per liter.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, berharap tidak ada badan usaha yang sampai terkena sanksi dari pemerintah. Mekanisme sanksi tengah dielaborasi, mulai dari pemeriksaan administrasitif, bahkan langsung investigasi ke lapangan.

“Tolong digarisbawahi, kami tidak mau sebenarnya mendenda, agar kedepannya disiplin saja, biar makin hati-hati,” ungkap Rida.

Dia menambahkan sejak dulu kerap terjadi keterlambatan pengiriman pasokan FAME yang disebabkan oleh hal-hal nonteknis seperti kondisi alam misalnya cuaca. “Selama ini yang kami kenal, kondisi alam, cuaca, kalau ombaknya tinggi banget, diluar rumah mungkin itu bisa kahar. Itu pun masih harus dibuktikan,” kata Rida.

Evaluasi Alutsista

Relaksasi kebijakan B20 untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista) mulai dibahas intensif jalan keluarnya.

Djoko mengatakan kebutuhan solar untuk kendaraan militer tercatat sebesar 627 ribu KL per tahun. Itu berarti FAME yang diperlukan 125,4 ribu KL per tahun.

Sambil menunggu evaluasi, salah satu opsi yang bisa ditempuh yakni penggunaan Pertamina Dex milik Pertamina. Hal ini juga untuk mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar dengan kualitas lebih baik.

Untuk sektor yang tidak menggunakan B20 bisa saja diarahkan untuk menggunakan Pertamina Dex.

“Saya menyarankan, kalau enggak B20, ya Pertadex. TNI kan memang dari dulu BBM-nya bukan BBM nonsubsidi. Harusnya nonsubsidi kan B20, nah ini lagi di tes, diuji,” kata Djoko.(RI)