JAKARTA – Peran pemerintah menjadi kunci untuk mewujudkan ketahanan energi. Salah satunya dengan meningkatkan daya tarik geologi sehingga investor tertarik berinvestasi melalui kegiatan-kegiatan eksplorasi; serta memberikan daya tarik fiskal untuk kontrak-kontrak migas.

“Kontrak-kontrak migas disusun ketika penemuan cadangan migas masih mudah dan Indonesia dalam posisi sebagai pengekspor migas. Hal ini mencirikan karakteristik dari kontrak migas  yang berlaku saat ini mengedepankan government  take yang besar bagi negara,” tutur Wakil Kepala SKK Migas MI Zikrullah, dalam Pertamina Energy Forum 2015, di Jakarta, Selasa.

Lelang wilayah kerja (WK) migas yang dilakukan pemerintah kerap sepi peminat. Sepanjang tahun ini, baru 12 WK yang ditandatangani. Menurut dia, tata kelola pengelolaan dan pemasyarakatan data, studi-studi intensif untuk mengembangkan konsep-konsep eksplorasi yang baru serta kegiatan pengambilan data survey yang masif adalah menjadi sebuah keharusan. “Hal ini agar mengembangkan dan meningkatkan peluang-peluang penemuan hidrokarbon sehingga para investor tertarik untuk berinvestasi,” terangnya.

Dia menuturkan situasi dunia pada saat ini terjadi persaingan global dan regional dalam hal portofolio sehingga jika dibandingkan dengan negara-negara lain bisa jadi Indonesia kurang menarik untuk investais migas. “Kita mungkin akan memberikan pilihan kepada investor mengenai sistem kontrak yang paling menarik. Bagi hasil bagi pemerintah dikurangil. Negara mendapatkan manfaat dari pajak dan multiplier effect dari investasi migas,” katanya.

Sejumlah pembicara hadir dalam Pertamina Energy Forum 2015

Sejumlah pembicara hadir dalam Pertamina Energy Forum 2015

Zikrullah menegaskan yang tidak kalah penting dalam industri migas adalah adanya kemajuan dari industri nasional pendukung dari kegiatan-kegiatan migas yang didorong melalui strategi peningkatan konten lokal (local content) dan multiplier effect. “Kebijakan-kebijakan ini telah dilaksanakan dan sebagian telah dibakukan melalui regulasi seperti PTK-007. Namun, perlu penerapan yang konsisten karena dapat meningkatkan cost recovery atau bahkan mengurangi pendapatan negara,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menegaskan dalam situasi “krisis” energi seperti sekarang ini harus membuat terobosan  yang konsisten. “Buat prioritas yang jelas dan diimplementasikan. Tetapi tentunya mengerti terlebih dahulu yang dibutuhkan,” katanya.

Dia menegaskan pemerintah harus berani bertanya kepada investor untuk mengetahui apakah investasi di sektor migas masih menarik atau sudah tidak menarik lagi. “Mereka yang lebih tahu,” tegasnya.

Terkait perubahan kontrak migas, mantan Kepala BP Migas tersebut mengatakan kontrak-kontrak yang sudah ada harus tetap dihormati. Pasalnya, kontrak tersebut hanya dapat diubah dengan kesepakatan dua belah pihak. “Kalau diubah satu pihak akan timbul gugutan yang sangat besar karena pemilik kontrak akan menyertakan pula opportunity lost dalam gugatannya tersebut,” tegasnya.

Kardaya mengingatkan sebaiknya berikan peran, kewenangan dan pemihakan kepada BUMN yang 100% dimiliki negara untuk mendukung pemenuhan kebutuhan energi nasional. “Selain itu, berikan scope yang jelas tentang tugas dan wilayah kegiatannya dari BUMN yang ada sehingga tidak terjadi saling berebut di antaranya yang pada akhirnya sangat merugikan negara,” tutur dia.(LH)