JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya (ESDM) akan melakukan evaluasi dan menyisir regulasi yang mengatur usaha ketenagalistrikan pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengevaluasi dua pasal dalam UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Hufron Asrofi, Kepala Biro Hukum Kemnterian ESDM, menyatakan dalam pembuatan regulasi, pemerintah sudah sesuai dengan amanat UUD 1945 yang mengharuskan adanya kehadiran negara. Namun pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap beberapa aturan yang mengatur usaha ketenagalistrikan yang melibatkan swasta, seperti dalam Peraturan Menteri (Permen) No 38 Tahun 2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di Pedesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau Kecil Berpenduduk Melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Skala Kecil.

“Kita hormati dan jalankan putusan MK. Untuk Permen 38 akan diperbaiki, nanti ada tim yang melihat itu semua kalau ada peraturan yang kira-kira masih belum sesuai dengan MK akan dilihat,” kata Hufron di Jakarta.

Dalam Permen 38, pemerintah memberikan kesempatan besar kepada swasta, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi untuk bisa menyalurkan listrik ke desa terpencil melalui pembangkit listrik mini. Aturan tersebut juga mengizinkan badan usaha selain PLN untuk membangun pembangkit, jaringan, dan menjual listrik secara langsung kepada masyarakat di daerah-daerah terpencil.
Menurut Hufron, peran negara dalam Permen 38 adalah negara melalui pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) tetap memegang kendali. Listrik yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak diserahkan begitu saja pada swasta dengan menganut sistem mekanisme pasar.
Kontrol ketat tetap menjadi domain pemrintah yang ditunjukkan dengan penetapan pendapatan wilayah usaha yang masih diatur pemerintah, perizinan wilayah usaha,  harga ditetapkan dari pemerintah daerah.
“Izin masih di pemerintah, lalu harga jual listrik itu masih di pemerintah. Itu juga kalau di pusat, pemerintah dan DPR, lalu di tempat lain adalah gubernur, jadi tidak ada negara ini lepas pengendalian, tetap masih dikuasai oleh negara, tapi swasta terlibat,” tambahnya.
MK dalam putusannya mengabulkan sebagian uji materi terhadap pasal 10 ayat (2) UU Ketenagalistrikan yang membuka kemungkinan pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan tidak terintegasi dan terpisah-pisah serta terhadap  pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan terkait peran swasta dalam usaha ketenagalistrikan.
Dalam putusannya MK menyatakan ketentuan pasal 10 ayat (2) bertentangan dengan UUD 1945 apabila diartikan sebagai dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Sementara terkait Pasal 11 ayat (1) sepanjang frasa “badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik”, pihak swasta tidak dilarang untuk terlibat dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum, sepanjang masih dalam batas-batas penguasaan oleh negara.

Sujatmiko, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM menyatakan bahwa Permen ESDM 38/2016 tetap berlaku karena aturan tersebut juga dibuat berdasarkan referensi regulasi yag sebelumnya ada dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
“Aturan-aturan yang dibuat di ESDM sejauh ini sudah sesuai dengan amar putusan MK, yaitu memastikan negara punya kontrol dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Permen ESDM 38 itu kita susun dengan menimbang seluruh peraturan yang berlaku. Tidak bertentangan dengan UUD 45,” tegas Sujatmiko.(RI)