JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menyisir blok migas yang mulai memasuki masa habis kontrak (terminasi) untuk dievaluasi. Proses evaluasi tersebut sebagai bagian dari rangkaian proses penetapan operator selanjutny jika kontraknya habis.

Ego Syahrial, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, mengatakan sedikitnya ada 23 blok migas yang mulai dievaluasi pada 2018. Dari 23 blok tersebut jadwal habis masa kontraknya juga beragam.

“Tim ini (evaluasi) diperpanjang 2019 sampai 2026. Ada 23 blok yang akan berakhir, seperti Rokan, Koridor  dan lain-lain,” kata Ego saat ditemui di Kementerian ESDM, Rabu malam (3/1).

Menurut Ego, meskipun waktu habis masa kontrak dari blok tersebut beragam, pemerintah tetap melakukan evaluasi agar bisa dilakukan perencanaan lebih matang jika terjadi transisi operator pengelola. Hal ini bertujuan agar produksi migas dari blok-blok tersebut tidak anjlok saat memasuki masa terminasi.

“Evaluasi intinya yang penting pemerintah produksi tidak turun, goverment take jangan turun. Kami masih mengacu permen ESDM 15/2015,” ungkap dia.

Salah satu blok migas yang jadi sorotan dan secara intens dipantau karena telah memasuki masa terminasi adalah Blok Rokan yang saat ini dikelola PT Chevron Pacific Indonesia. Blok tersebut menjadi sorotan karena hingga sekarang menjadi kontribusi produksi minyak terbesar di tanah air.

Ego mengatakan hingga saat ini Chevron masih belum mengajukan proposal penawaran perpanjangan kontrak secara resmi kepada pemerintah. Kontrak blok Rokan sendiri berakhir pada 2021.

“Rokan paling besar sampai sekarang. Saya belum dapat surat dari Chevron, hanya saja secara internal mereka sudah bilang. Mereka mengacu paling cepat 10 tahun, paling lambat dua tahun,” ungkap Ego.

Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 menetapkan permohonan perpanjangan blok migas disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir dengan memenuhi persyaratan permohonan perpanjangan kontrak kerja sama.

Ego mengatakan pemerintah juga tetap akan mengdepankan perusahaan negara dalam hal ini PT Pertamina (Persero) untuk ikut berpartisipasi dalam penetapan pengelola blok terminasi.

Regulasi yang ada menyebut, pengelolaan blok migas yang berakhir kontrak kerja samanya, dilakukan dengan cara, pengelolaan oleh  Pertamina, perpanjangan kontrak kerja sama oleh kontraktor serta pengelolaan secara bersama antara  Pertamina dan kontraktor.

Namun nantinya mekanisme penetapan sekaligus implementasi keberpihakan kepada Pertamina akan sedikit berubah. Jika dulu langsung ditawarkan ke Pertamina dan akan langsung diserahkan jika Pertamina berminat, maka nantinya kontraktor eksisting atau kontraktor lain diberikan kesempatan juga menawarkan.

Jika Pertamina menyanggupi memberikan penawaran lebih dari atau sama dengan penawaran kontraktor eksisting atau kontraktor lain maka blok tersebut baru diberikan kepada Pertamina pengelolaannya (right to match). Hal ini menurut Ego untuk menghindarkan anggapan ditutupnya pintu investasi swasta di sektor migas tanah air.

“Tujuan tim adalah evaluasi. Pemerintah sekarang bahasanya, kami tidak sungkan-sungkan pencitraan lagi, harus transparan. Siapa yang bisa memberikan, tidak hanya government take buat negara baik, tapi juga multiplier effect, tenaga kerja dan lain-lain,” kata Ego.(RI)