JAKARTA – Kebijakan PT Pertamina (Persero) membangun Kilang Bontang dengan mitra dinilai sudah tepat. Pertamina nantinya hanya akan memiliki 10% saham dalam perusahaan joint venture, namun tanpa mengeluarkan modal.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan kerja sama yang dilakukan Pertamina dengan mitra  tidak bermasalah, selama ada kepastian pasokan minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri bisa tercapai. Skema yang dijalankan Pertamina juga menjadi arahan Presiden Joko Widodo, yakni mendorong pertumbuhan investasi sekaligus memberikan manfaat bagi negara.

“Tidak masalah (10%), Pak Presiden juga mengarahkan. Tidak apa-apa kan yang penting investasi masuk dan kilangnya di Indonesia,” kata Arcandra kepada Dunia Energi, Kamis (1/2).

Menurut Arcandra, dalam industri migas sudah wajar untuk berbagi risiko dengan partner. Untuk itu skema pembangunan Kilang Bontang sudah sesuai dengan manajemen risiko dalam industri migas.

Dalam menjalankan program atau proyek besar perusahaan juga pasti memperkirakan kondisi finansial. “Investasi disini. tergantung keuangan Pertamina juga,” tukas dia.

Dalam pembangunan kilang Bontang Pertamina telah memilih calon mitra, yaitu konsorsium Overseas Oil and Gas LLC (OOG) asal Oman yang menggandeng perusahaan trading Cosmo Oil International Pte Ltd (COI) yang merupakan trading arm Cosmo Energy Group asal Jepang. Untuk tahap awal sampai tahap Final Investment Decision (FID) Pertamina hanya akan memiliki porsi saham 10%. Jika hasil FID sudah diketahui maka dalam persyaratan kerja sama Pertamina diperkenankan untuk meningkatkan porsi sahamnya.

Seluruh pendanaan akan ditanggung konsorsium mulai feasibility study hingga tahap konstruksi. Pertamina tetap akan mendapatkan hak supply sebanyak 20% dari seluruh kebutuhan minyak mentah di Kilang Bontang nantinya.

Pembangunan kilang di Kabupaten Bontang, Kalimantan Timur tersebut diharapkan dapat  memberikan kontribusi berupa penambahan kapasitas pengolahan minyak sebesar 300 ribu barel  per hari yang akan menghasilkan produk utama berupa gasoline dan diesel.

Harry Purnomo, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan porsi saham kecil yang dimiliki Pertamina dalam pembangunan kilang tidak serta merta membuat perusahaan kehilangan kontrol karena semuanya harus diatur dalam kontrak sesuai hukum berlaku, termasuk memastikan kontrak untuk memasok kebutuhan minyak tanah air dalam jangka panjang dengan para partner Pertamina di kilang Bontang.

“Kita tidak perlu memiliki kilang,yang penting ada kilang di dalam negeri. Kita kontrak beli jangka panjang tidak peduli siapa punya, cadangan BBM bisa tetap aman,” papar Harry saat dihubungi Dunia Energi.

Dia menilai dalam bisnis skala besar seperti kilang para pelakunya pasti bukan perusahaan sembarangan karena itu bentuk kontrol dan pengawasan bisa dilakukan saat pembahasan kontrak dengan memastikan kemampuan dan kehandalan kilang. “Yang terpenting nanti bisa berproduksi lancar. Investor kan juga tidak mau rugi,” tandas Harry. (RI)