BELITUNG – PT PLN (Persero) didorong untuk lebih aktif menyerap tenaga listrik dari pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) yang sebelumnya dibangun secara off grid atau mandiri. Hasil listrik dari pembangkit off grid tidak disalurkan ke sistem jaringan milik PLN.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan selama ini banyak pembangkit listrik komunal atau off grid dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah pelosok yang belum tersentuh sistem jaringan milik PLN. Namun ketika PLN sudah masuk di wilayah tersebut, pembangkit off grid menjadi percuma dan karena listriknya justru tidak dimanfaatkan lagi. Padahal banyak pembangkit EBT tersebut yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

“Pembangkit komunal itu bisa masuk ke jaringan PLN, masalah harga silahkan nanti didiskusikan. Kita harus manfaatkan, karena itu berasal dari uang rakyat, dan harus dimanfaatkan rakyat juga,” kata Arcandra saat ditemui disela kunjungan ke PLTS Tungkup, di Desa Nyuruk, Bangka Belitung, Jumat (15/12).

Dia menambahkan, pemerintah ke depan akan mencoba mengkaji mekanisme yang dapat digunakan untuk bisa memfasilitasi PLN sebagai off taker listrik utama untuk bisa menyerap listrik dari berbagai pembangkit EBT komunal berkapasitas kecil.

“Kami dorong itu kalau bisa PLN masuk. Kami akan pelajari lagi, sebenarnya peraturan sudah ada (Permen ESDM 39/2017), tapi ada hak-hak yang harus dibicarakan dengan PLN,” ungkap Arcandra.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, mengatakan sebenarnya sudah ada regulasi khusus yang mengatur mekanisme penyerapan listrik dari pembangkit off grid, pemerintah sudah mematok harga listrik yang harus disepakati PLN dan pengelola pembangkit.

Sebenarnya ada dua solusi yang bisa diambil, pertama adalah dengan cara dijual listriknya. Bisa juga, kerja sama operasi (KSO) antara PLN dengan pengelola pembangkit.

“Kami sudah tetapkan itu US$5 sen per KWh, kalau tidak ditetapkan seperti itu akan lama juga kan. Itu kan nanti untuk mengganti biaya pemeliharaan,” kata Rida.

Menurut dia, pembangkit listrik komunal ini merupakan berkaitan dengan program listrik desa milik PLN. Pemerintah menyasar daerah-daerah yang awalnya dari sisi teknis dan biaya tidak memungkinkn untuk dibangun jaringan listrik.

“Jadi pemerintah masuk dulu disitu, karena PLN kan punya keterbatasan. Ke depannya ternyata PLN tumbuh dan bisa masuk ke wilayah itu maka kami dorong ini bisa tidak dijadiin on grid saja kalau sudah ada PLN,” ungkap Rida.

Salah satu pembangkit yang diminta pemerintah untuk dihubungkan ke PLN adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal di Desa Desa Nyuruk, Kabupaten Belitung Timur.

Rencana masuknya PLTS Tungkup ke jaringan PLN juga dapat dijadikan contoh replika untuk proyek PLTS off-grid lainnya pada saat jaringan PLN mulai masuk. Kapasitas PLTS yang relatif kecil dianggap tidak akan memberi dampak yang signifikan atau gangguan pada sistem jaringan PLN.

Data Kementerian ESDM sejak 2011 hingga akhir 2016, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM telah membangun lebih dari 600 PLTS dan PLTMH komunal dengan total kapasitas 25 MW. Saat ini PLN terus berekspansi untuk memberikan akses listrik ke berbagai desa di Indonesia, sehingga interkoneksi PLTS off-grid menjadi penting untuk keberlanjutan pemanfaatan PLTS yang dibangun dari dana APBN bagi kesejahteraan masyarakat.

“Kalau PLN bisa masuk ke wilayah itu, ya kami akan coba dorong biar pembangkit-pembangkit komunal itu bisa dicantolkan jadi on grid,” tandas Rida.(RI)