JAKARTA – Pemerintah mengkaji pembangunan pembangkit di tengah laut untuk meminimalisir proses perizinan yang selama ini menjadi hambatan dalam pembangunan pembangkit di darat. Arcandra Tahar, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan ada rangkaian panjang serta ada persyaratan yang sangat ketat jika membangun di darat, seperti analisa dampak lingkungan (Amdal), masalah sosial, hingga perizinan. Untuk itu, pelaku usaha didorong untuk ikut serta mengkaji kemungkinan pembangunan pembangkit dengan desain baru.

“Saya mau bikin kriteria design sebuah teknologi yang izin dan masalah sosialnya kalau bisa minimum. Kira-kira ini pasti di laut,” kata Arcandra di Jakarta.

Dia menambahkan proses selama ini sebenarnya sudah ada mengarah ke pembangunan pembangkit di laut melalui pengolahan gas menggunakan Floating Storage Regasification Unit (FSRU), namun masih ada kelemahan yakni pembangkitnya tetap berada di darat dan diperlukan fasilitas penunjang lainnya seperti jetty yang pasti membutuhkan lahan dan biaya yang juga tidak sedikit.

Selain penggunaan LNG dan FSRU, teknologi pembangkit saat ini yang mengarah ke laut adalah dengan menggunakan tenaga diesel. Ini tentu tidak efisien karena masih menggunakan minyak dan membutuhkan fasilitas penunjang lain seperti mooring atau fasilitas break water. Belum lagi dengan dampak lingkungan yang dihasilkan.

“Mampukah teknologi itu dibangun di dalam negeri dengan usaha putra-putri terbaik kita dengan kriteria yang saya sebutkan tadi? Bukan diesel, tidak perlu jetty tidak perlu mooring line, tidak perlu breakwater dan tidak ada polusi. Terakhir, harus murah,” tegas Arcandra.

Menurut Arcandra, saat ini teknologi sudah mengerucut kepada penggunaan gas, tinggal bagaimana memodifikasi lokasi pembangkit. Pekerjaan bersama yang diminta untuk diatasi oleh semua pihak, tidak hanya pemerintah. “Ini PR kita bersama. Ini program berkelanjutan,” tukas dia.

Arcandra mengingatkan upaya peningkatan teknologi baru pasti ada konsekuensi, salah satunya jika teknologi itu tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Itu merupakan hal wajar dan tindakan untuk menyikapinya adalah mencari dan memperbaiki kesalahan, bukannya justru dibawa ke ranah hukum. Hal itu yang membuat pengembangan teknologi di Indonesia tidak berjalan dengan baik.

“Dalam pengembangan teknologi tidak selamanya selalu berhasil. Saat itu terjadi kemudian dibawa ke ranah hukum, tidak akan berkembang teknologinya,” kata dia.

Rosan P Roeslani, Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia, meyakini sumber daya manusia nasional melalui sektor industri sanggup mewujudkan teknologi baru. “Saya yakin kita bisa dan industri siap mendukung itu,” kata Rosan.

Nicke Widyawati, Direktur Perencanaan PT PLN (Persero), mengatakan pengembangan teknologi pembangkit harus dilakukan, tidak hanya oleh PLN. “Saya kira positif, tapi tentunya tidak hanya PLN sendirian, kita harus kerja sama mewujudkannya,” tandas Nicke.(RI)