JAKARTA – Pemerintah diminta turun tangan langsung dan tidak hanya menyerahkan masalah harga gas kepada PT PLN (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk dan PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya, PT Pertamina Gas.

“Pemerintah tetap harus terlibat, jangan hanya instruksikan tiga entitas bisnis tersebut yang berembuk membahasnya,” kata Satya W Yudha, Wakil Ketua Komisi VII DPR kepada Dunia Energi, Senin (3/4).

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya menyatakan seluruh pihak yang terkait dengan harga gas, khususnya di Sumatera Utara dapat membuat harga gas yang wajar. Pembentukan harga gas seharusnya berdasarkan kapasitas dan biaya investasi karena semua infrastruktur gas akan mempengaruhi harga listrik yang dijual ke masyarakat dan industri.

“Harga yang wajar saja, kapasitasnya berapa, dibagi dengan biaya investasi ketemu harga satuan. Nanti ditagihkan ke PLN. Jangan dihitung semua, dihitung yang lewat saja,” kata Jonan.

Harga gas di Sumatera Utara menjadi perhatian utama pemerintah karena harganya terlampau tinggi, yakni mencapai US$ 13,38 per MMBTU. Pemerintah kemudian menetapkan harga gas di Sumatera Utara maksimal US$ 9,95 per MMBTU di tingkat end user. Penetapan harga gas tersebut melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 434 K/12/MEM/2017 tentang Harga Gas Bumi untuk Industri di Wilayah Medan dan Sekitarnya. Selain itu, pemerintah juga meminta kepada BUMN, yakni PGN dan Pertamina untuk menurunkan biaya di hulu, transmisi dan distribusi.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM, mengungkapkan kebijakan harga gas berlaku sejak Februari 2017, akan tetapi implementasi tetap harus menunggu revisi Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) sehingga kebijakan tersebut berlaku surut sampai tanggal penetapan Kepmen.

“Kepmen harga gas Februari, untuk prosesnya perlu ada PJBG sejauh ini ada 45 perusahaan yang mendapat penurunan harga gas dari PGN ” ungkap Wiratmaja.(RA)