JAKARTA – Pemerintah diminta meningkatkan fleksibilitas skema kontrak pengelolaan migas dari kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) gross split. Skema baru yang menggantikan cost recovery tersebut dianggap bukan sebagai solusi jangka panjang dalam mengatasi masalah tata kelola migas nasional.

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Energi dari Reforminer Institute, mengatakan kebijakan gross split menunjukkan upaya pemerintah untuk menekan biaya yang dikeluarkan kontraktor yang jumlahnya terus bertambah dan selama ini harus diganti pemerintah.

Namun, langkah merubah skema kontrak bagi hasil belum tentu menarik minat investor. Padahal sektor migas diyakini masih akan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi pada beberapa tahun ke depan.

“Maka hubungannya dengan sustainability, oke bisa ditekan saat ini, tapi habis itu bagaimana? Mau ada investasi lagi atau tidak?,” kata Pri di Jakarta, Selasa (16/5).

Gross split dinilai masih tidak lebih menarik dibanding skema sebelumnya karena fleksibilitas masih diragukan. Apalagi pemerintah telah menetapkan base split jauh sebelum jumlah cadangan ditemukan di suatu lapangan. Penandatanganan kontrak dilakukan tanpa mengetahui potensi sebenarnya dari suatu lapangan.

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 8 Tahun 2017 menetapkan base split untuk minyak itu 57% untuk pemerintah dan 43% menjadi bagian kontraktor. Untuk gas sebanyak 52% menjadi bagian dari pemerintah dan sisanya sebesar 48% adalah bagian dari kontraktor.

Menurut Pri, saat ini tidak ada lagi yang menerapkan royalti yang tidak lebih dari 30%. Sementara dengan gross split pemerintah mematok 57% padahal biaya sudah ditanggung kontraktor dan masih juga dibebankan dengan pembayaran pajak.

“Jadi peraturannya minimal jangan begitu. Tolong base split negosiasi dengan kisaran 30%-35% untuk pemerintah. Base split-nya tolong negosiasi dengan kewajaran angka,” ungkap dia.

Untuk itulah pintu negosiasi harus tetap dibuka oleh pemerintah. Pemberlakuan gross split jangan dipaksakan sehingga investor bisa memilih. “Peraturan yang saya sebutkan tadi itu mengkondisikan tak ada pilihan gross split. Pemerintah ini gambling dengan gross split,” tukas Pri.

Menurut Pri, wajar industri migas meminta bagi hasil yang lebih dalam skema gross split. Pasalnya selain pemerintah akan mendapatkan pemasukan dari pajak, bagi hasil yang lebih nantinya akan digunakan untuk proyek yang berkelanjutan.

“Sektor ini bukan sektor renewable, harus ada kegiatan berkelanjutan,” tandas dia.(RI)