JAKARTA – Pemerintah diminta kembali turun tangan mempercepat utilisasi gas dalam proyek Jambaran Tiung Biru (JTB) yang saat ini masih mangkrak akibat belum adanya kesepakatan penyerap gas yang dihasilkan.

Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari Reforminer Institute, mengatakan komitmen pemerintah meningkatkan pemanfaatan gas untuk kepentingan dalam negeri salah satunya akan terlihat bagaimana pemerintah menyikapi masalah proyek JTB.

“Pemerintah turun tangan mencari solusi terbaik, para pihak agar sesuai komitmen awal. Ada kepentingan publik atau pemerintah dalam alokasi gasnya di sana,” kata Komaidi kepada Dunia Energi.

Proyek JTB merupakan bagian dari wilayah Blok Cepu. PT Pertamina EP Cepu menguasai hak partisipasi 45%, Ampolex (anak usaha Exxon) 24,5% , ExxonMobil 20,5% dan BUMD 10%.

Rencana Pertamina untuk mengakuisisi proyek tersebut dari Exxonmobil yang diketahui sudah berniat tidak akan melanjutkan proyek juga masih terkendala dari sisi harga.

Menurut Elia Massa Manik, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Exxon menginginkan harga valuasi yang harus dibayarkan Pertamina untuk mendapatkan bagian Exxon dalam proyek JTB terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan semangat efisiensi serta restrukturisasi yang gencar dilakukan manajemen.

“Terlalu tinggi harganya, ini yang kita sedang exercise bersama bagaimana mencari solusinya,” kata Elia.

Selain masalah harga akuisisi dengan Exxon, kendala lain adalah penyerap gas yakni PT PLN (Persero) masih bersikeras meminta harga gas JTB sebesar US$ 7 per MMMBTU dengan eskalasi 2% per tahun.

“Harusnya sekarang justru US$ 9 , sekarang diminta US$ 7 tapi bukan well head, 200 km dari well head di plan gate dia (PLN) di Gresik. Ini kita coba negosiasi,” ungkap Elia.

Akuisisi hak partisipasi Exxonmobil merupakan tindak lanjut Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 9/13/MEM.M/2017 pada 3 Januari 2017 yang memerintahkan Pertamina untuk mengembangkan secara penuh lapangan JTB dan menyelesaikan perbahasan dengan Exxonmobil secara business to business.

JTB diproyeksikan menjadi salah satu andalan dalam produksi gas nasional beberapa tahun kedepan dengan target mampu memproduksikan gas sebesar 172 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).

Menurut Elia, jika saja kesepakatan mampu dicapai dengan PLN maka percepatan proyek ini bisa dilakukan. Rencananya PLN akan menyerap 100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari total gas yang dihasilkan. Sisanya akan dipasarkan Pertamina ke berbagai industri yang membutuhkan.

“Kalau misalnya dari PLN bisa disalurkan 100 MMSCFD berarti kita masarin sisanya lebih mudah. Saya yakin Bu Yenni bisa temukan pembeli untuk yang 72 MMSCFD ke industri – industri,” kata Elia.(RI)