JAKARTA – Pemerintah telah memberikan jaminan perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Masela selama 20 tahun kepada Inpex Corporation, setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bertemu dengan petinggi perusahaan asal Jepang tersebut.
Tidak hanya perpanjangan kontrak, pemerintah juga menjanjikan kompensasi masa waktu eksplorasi selama tujuh tahun. Masa kompensasi  diberikan dengan alasan ada waktu tambahan yang diperlukan Inpex sebagai akibat dari perubahan skema pembangunan fasilitas kilang gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG) dari laut (offshore) menjadi di darat atau onshore.
Susyanto, Sekretaris Direktorat Jendral Minyak dan Gas Kementerian ESDM, mengungkapkan keputusan penambahan kontrak selama tujuh tahun sebagai kompensasi masa eksplorasi karena adanya perubahan skema pembangunan merupakan deskresi menteri.
“Deskresi menteri itu dasar hukumnya ada di pasal 39 Undang-Undang (UU) Migas,” kata Susyanto di Jakarta, Selasa (24/10).
Jika ditelisik dalam pasal 39 UU Migas No 22 Tahun 2001 tertulis yakni Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 (Pembinaan terhadap kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilakukan oleh pemerintah,  meliputi penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang kegiatan usaha minyak dan gas bumi, penetapan kebijakan mengenai kegiatan usaha migas berdasarkan cadangan dan potensi sumber daya migas, kemampuan produksi, kebutuhan BBM dan gas dalam negeri, penguasaan teknologi, aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup, kemampuan nasional dan kebijakan pembangunan.
Menurut Susyanto, meskipun tidak dijelaskan secara spesifik adanya deskresi menteri,  dalam konteks Masela dibutuhkan peran pemerintah untuk memastikan keekonomian proyek.
“Tidak kedengeran penjelasan,  yang penting itu diluar kemampuan kontraktor (permasalahan keekonomian),” kata dia.
Jonan sebelumnya mengaku jaminan perpanjangan kontrak kepada Inpex baru disampaikan secara lisan tanpa adanya hitam diatas putih. Formalitas perpanjangan kontrak tersebut baru akan dilakukan pada tahun depan.
Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, menilai keputusan pemerintah untuk memberikan perpanjangan kontrak dengan tambahan tujuh tahun sebagai kompensasi bisa dimaklumi untuk menjamin keekonomian sebuah proyek yang telah berlangsung bertahun-tahun namun belum menghasilkan. Namun Ia mengingatkan akan risiko hukum yang harus ditanggung pemerintah.
“Pemerintah khususnya, tentu berkepentingan memberikan kepastian bagi semua pihak. Namun, dalam konteks ini, jangan sampai ada peraturan yang dilanggar, karena hal itu nantinya bisa menimbulkan ketidakpastian baru, kalau misalkan nanti ada yang menggugat,” kata Pri Agung kepada Dunia Energi, Selasa.
Kontrak Inpex di Blok Masela akan berakhir pada 2028 mendatang. Namun hingga saat ini pengembangan di blok gas tersebut masih belum bisa terealisasi karena adanya perubahan skema pengelolaan LNG. Serta beberapa masalah lain,  seperti penentuan kapasitas produksi dan penetapan lokasi pembangunan kilang LNG nantinya.
Menurut Pri, pemerintah jangan gegabah memberikan kepastian perpanjangan kontrak,  sehingga tidak melanggar PP 35 Tahun 2004 pasal 28 ayat 5 yang berbunyi permohonan perpanjangan kontrak kerja sama dapat disampaikan paling cepat 10 tahun dan paling lambat dua tahun sebelum kontrak kerja sama berakhir.
Meskipun dalam ayat 6 pasal tersebut ada pengecualian pengajuan perpanjangan yang dipercepat. Jika kontraktor telah terikat dengan kesepakatan jual beli gas bumi. Namun hingga saat ini siapa pembeli gas Blok Masela belum pasti.
“Itu baru bisa dilakukan kalau sudah ada perjanjian jual beli gas,  misalnya dengan pembeli. Dalam kasus blok Masela ini, sepengetahuan saya belum ada perjanjian jual beli gasnya sama sekali,” kata Pri Agung.(RI)