JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengkaji kemungkinan meningkatkan peran dalam program kerja sama penyaluran listrik antar negara ASEAN atau ASEAN Poer Grid (APG).

Jarman Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengatakan persiapan untuk peningkatan peran Indonesia dalam APG sudah dilakukan. Rencananya Indonesia akan memasok listrik dari Kalimantan Timur.

“Kalimantan Barat kan sudah beli kemarin, dari PLTA Malaysia. Sekarang yang dibahas kita ekspor kesana di Kalimantan Timur,” kata Jarman kepada Dunia Energi, baru-baru ini.

APG merupakan kerja sama negara-negara dikawasan ASEAN dengan tujuan membentuk pasar listrik dengan mengoptimalkan pembangkitan listrik melalui transfer daya dari satu negara ke negara lain melalui jaringan transmisi.

Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) mengatakan APG memang diharapkan bisa turut membantu mengurangi defisit listrik di wilayah yang sudah dipetakan pemerintah, salah satunya di Kalimantan Barat melalui kerja sama dengan Malaysia.

Selain meningkatkan elektrifikasi, kerja sama tersebut juga diharapkan bisa mengurangi penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar produksi listrik.

“APG bisa mengoptimalkan pelayanan ke masyarakat dan mengurangi pemakaian diesel,” kata Fabby.

Dia mengingatkan program APG tidak dijadikan prioritas dan membuat pemerintah lupa mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk wilayah-wilayah pelosok yang sulit terjangkau transmisi APG.

“Yang diperlukan adalah solusi off-grid atau mini grid, melalui pemanfaatan energi terbarukan setempat atau pembangkit hybrid ET-diesel,” ungkap Fabby.

Selain Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, ada dua lokasi lain yang diproyeksikan akan menjadi bagian rencana pemerintah untuk diikutsertakan dalam program APG.

“Kan ada tiga tempat lain Riau, Jawa Barat sama Kalimantan Timur. Ini yang dibicarakan Kalimantan Timur,” ungkap Jarman.

Dia menjelaskan kapasitas listrik yang selama ini diimpor dari Serawak, Malaysia sebesar 200 megawatt (MW). Pemerintah memastikan meskipun impor, harga listrik tidak akan memberatkan masyarakat dengan tarif US$ 7 sen per kwh.

“Kita sudah bikin aturan. Tarif pokoknya tidak boleh lebih tinggi dari Biaya Pokok Produksi (BPP), jelas itu,” tegas Jarman.(RI)