JAKARTA – Pelaku usaha di sektor minyak dan gas meminta pemerintah tidak menutup diri untuk mengevaluasi kebijakan yang telah diambil. Hal ini seiring dengan penerapan kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) gross split yang merupakan respon pemerintah dalam menyikapi perkembangan kondisi industri migas Indonesia dan global.

“Kita bisa jalan dengan satu peraturan gross split but please be flexible. From time to time, kita harus melihat competitiveness,” kata Hilmi Panigoro, Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) di Jakarta, Jumat (24/3).

Penerapan skema kontrak WK migas baru yakni dengan PSC gross split dianggap oleh sebagian kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) meningkatkan risiko usaha. Pasalnya, pembiayaan semua kegiatan operasional tidak akan di carry over pemerintah.

Disisi lain, melalui gross split pemerintah menekankan perlu adanya efisiensi yang harus dilakukan dalam kegiatan operasi.

Strategi tersebut juga sudah dilakukan Medco saat mengakuisisi Blok B dari Conoco Philip.
“Saat ambil blok B, saya tanya GM (general manager), cost US$ 13,9 per barel. you bisa bikin 10 tidak? Tahun ini kita targetkan paling tinggi US$ 11 per barel, alhamdullilah tidak ada lay off seorang pun,” ungkap Hilmi.

Amien Sunaryadhi, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), mengatakan salah satu penyebab cost recovery cenderung tidak efisien karena selama ini ada sistem bertingkat dalam penggunaan jasa vendor. Hal itu yang tidak bisa diawasi secara ketat dalam sistem cost recovery, sehingga efisiensi yang diharapkan tidak akan pernah terwujud.

Jika digambarkan secara keseluruhan, biaya yang ditanggung KKKS ternyata sangat besar dari sisi transasksi dengan vendor. Vendor tersebut juga melakukan transaksi dengan subvendor lainnya.
Menurut Amien, penerapan gross split diharapkan industri penunjang yang terdiri dari banyak vendor juga bisa tumbuh secara sehat dan alami. Apalagi gross split sifatnya untuk mendukung industri penunjang yang kompetitif.

“Sebagian mengatakan bahwa industrI pendukung harus di dukung tumbuh, tapi sudah berpuluh tahun didukung tapi masih bayi terus,” ungkap Amien.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, menyatakan pemerintah selalu berusaha mendorong pertumbuhan industri. Skema gross split dipastikan akan memangkas berbagai proses kontrak migas seperti perizinan yang kerap kali menjadi salah satu masalah utama.

“Jadi kita kurangin perizinan. Namun ada lagi satu tugas penting untuk pemerintah mendorong semua industri menjadi lebih efisien,” kata dia.

Menurut Jonan, dengan menciptakan industri yang efisien maka dampak yang akan dirasakan nantinya adalah masyarakat sebagai konsumen. “Yang nilai nanti masyarakat karena masyarakat sebagai pengguna dan konsumen,” tandas Jonan.(RI)