JAKARTA – Pemerintah diminta untuk mengkaji pembentukan badan khusus yang mengatur tata pengelolaan serta tata niaga  untuk bisa menekan harga gas yang masih tinggi hingga saat ini.

“Saya kira perlu segera didorong adanya tata niaga yang lebih efisien dan sederhana, salah satunya mendorong adanya agregator gas,” kata Komaidi Notonegoro, pengamat energi dari Reforminer Institute, Senin (5/9).

Lebih lanjut Komaidi mengungkapkan, wacana tersebut bisa menjadi opsi yang dapat diambil mengingat kondisi sekarang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan banyaknya lapisan pelaku tata kelola gas maka ketika sampai dikonsumen harganya sudah terlampau mahal.

“Lapisan pelaku yang cukup banyak sampai gas ke konsumen adalah penyebab utama, karena masing-masing lapisan ikut mengambil margin,” tambahnya.

Di Indonesia saat ini memiliki sekitar 60 perusahaan trader gas yang belum tentu memiliki infrastruktur memadai.

Menurut Sabrun Jamil, Ketua Indonesian Natural Gas Trader Associate  (INGTA), penambahan biaya sehingga harga gas dari trader ke konsumen mengalami peningkatan dari harga yang ada di hulu disebabkan oleh beberapa pengolahan khusus atau special treatment yang kerap kali dilakukan para trader resmi.

“Special treatment yang dimaksudnya adalah pemisahan gas dari kandungan-kandungan tertentu dan peningkatan tekanan gas, pembelinya minta gasnya dibersihkan dulu, tekanannya ditingkatkan,” tandas Sabrun.(RI)