JAKARTA – ‎Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) meminta Menteri Keuangan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi ketiga.
Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif APBI, mengatakan laporan BPK tertanggal 25 Mei 2015 menyatakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tidak konsisten terhadap pengenaan PPN bagi PKP2B generasi ketiga.

“Sesuai rekomendasi BPK. Kami minta segera diterbitkan surat edaran penafsiran PPN dari Menteri Keuangan,” kata Supriatna di Jakarta, Rabu.

Hasil pemeriksaan BPK menyatakan Direktorat Jenderal Pajak ada yang mengenakan batu bara sebagai Barang Kena Pajak (BKP) dan ada juga yang non BKP. Pemeriksaan itu dilakukan terhadap beberapa sampel berkas yang diselesaikan pada 2014 silam.

Supriatna menjelaskan inkonsistensi pengenaan PPN ini sebenarnya sudah disampaikan APBI kepada Direktur Jenderal Pajak pada 2015 silam. Kala itu Dirjen Pajak Sigit Pradi Pramudito berjanji menerbitkan surat edaran yang memberi kepastian mengenai PPN tersebut pada akhir 2015.

“Beliau mengatakan Desember kami keluarkan surat edaran supaya ada keseragaman. Tapi Dirjen kemudian mundur (mengundurkan diri). Karena ganti pejabat jadi berbeda lagi,” tandasnya(RA)