JAKARTA – Pemerintah berharap revisi Undang-Undang minyak dan gas yang sedang dibahas di DPR bisa memperkuat PT Pertamina (Persero) sebagai National Oil Company (NOC).

Arcandra Tahar, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan pemerintah memang menunggu keputusan DPR terkait revisi UU migas. Salah satu opsi adalah menjadikan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) menjadi bagian dari Pertamina.

“Apakah SKK Migas dan Pertamina akan digabung, itu sedang dalam pembahasan. Intinya adalah kedaulatan energi bisa kita capai. Turunan dari kedaulatan energi adalah National Oil Company harus kita perkuat,” kata Arcandra di Jakarta (1/11).

Lobi kantor SKK Migas.

Pertamina merupakan satu-satunya perusahaan migas milik negara yang dinilai paling cocok untuk bisa mengemban tugas mengelola aset migas nasional.

Menurut Arcandra, negara bisa memperkuat Pertamina dengan memanfaatkan aset migas negara yang saat ini masih dikelola SKK Migas sebagai penjamin.

“Sekarang aset dikelola SKK Migas. Sementara SKK Migas bukan lembaga bisnis unit. Bagaimana caranya aset bisa leverage? Kita manfaatkan agar national company kita bisa kuat,” tegas dia.

Di tempat yang sama, Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina, menyatakan dengan adanya opsi monetiasi aset melalui Pertamina bisa diimplementasikan tentu menjadi modal sangat bagus untuk bisa mempercepat pembangunan infrastruktur serta mempercepat peningkatan cadangan migas yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan energi bangsa.

“Karena dengan kita memonetisasinya akan memiliki kemampuan investasi besar. Investasi bisa kita lakukan untuk eksplorasi,” kata Dwi.

Pertamina sudah menyiapkan mekanisme apabila memang nantinya akan ditunjuk kembali mengelola aset migas nasional.

Dwi mengatakan Pertamina akan menjadi strategic holding yang di bawahnya semacam unit-unit khusus untuk melakukan kontrak pengelolaan cadangan migas dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Sementara untuk urusan kebijakan nantinya tetap akan menjadi hak Kementerian ESDM.

“Untuk kebijakan tetap di Kementerian ESDM, sementara pelaksanaan kontrak ada unit khusus,” kata dia.

Menurut Dwi, mekanisme tersebut berbeda dengan konsep pengelolaan migas pada awal berdiri Pertamina dulu atau sebelum diterbitkannya UU Migas No 22 Tahun 2001.

“Modelnya sudah berbeda. Kalau dulu kan posisi Pertamina bukan persero, kalau sekarang persero,” tukas dia.

Satya W Yudha, Anggota Komisi VII DPR, menyatakan sangat sulit menuntaskan revisi UU migas pada tahun ini. Beberapa poin kesepakatan masih harus dibahas di antara anggota fraksi sebelum prosesnya dilanjutkan untuk di paripurnakan.

Menurut dia, Komisi VII DPR menargetkan pembahasan revisi UU migas bisa masuk ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada akhir tahun ini atau pada Desember 2016. Jika sudah dibahas di Baleg maka proses selanjutnya adalah membahas di paripurna baru akan dilakukan pembahasan dengan pemerintah sebelum diterbitkan.

“Jika paripurna Januari bisa diketok, baru dibentuk Panja atau Pansus. Baru bisa mulai diskusi dengan pemerintah,” tandas Satya.(RI)