JAKARTA – Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan segera mengajukan usulan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi. Salah satu poin utama revisi adalah terkait kewajiban kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) minyak dan gas untuk mengembalikan kepada negara seluruh barang dan peralatan yang dibeli dan digunakan saat masa eksplorasi baik itu terbukti ada cadangan disuatu Wilayah Kerja (WK) ataupun tidak.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM mengungkapkan rencana pengajuan revisi tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan keadilan dalam kegiatan industri migas khususnya di sektor hulu. Aturan tersebut saat ini dianggap tidak memenuhi asas keberadilan berusaha karena apapun hasil dari eksplorasi, kontraktor wajib mengembalikan seluruh barang dan peralatan yang digunakan kepada pemerintah dan menjadi milik negara yang dikelola oleh badan pelaksana atas persetujuan menteri.

Kondisi ini diperparah dengan kerumitan dalam proses pengembalian barang tersebut seperti kontraktor yang dikenakan biaya, butuh waktu 2-3 tahun, belum lagi saat sudah dikembalikan kondisi barang atau peralatan yang sudah dikembalikan tidak lagi bisa digunakan.

“Jadi ini tujuannya fairness and justice for all. Harus fair kita itu. Coba bayangkan dibebaskan biayanya, kemudian lakukan eksplorasi ternyata tidak ekonomis. Barang itu sekarang tetap milik negara,” kata Arcandra di Jakarta.

Poin utama dalam usulan revisi yang diajukan adalah kontraktor tidak perlu mengembalikan barang dan peralatan jika tidak ditemukan cadangan terbukti namun diwajibkan untuk membayar bea masuk.

“Kalau barang yang dibeli KKKS. Kalau lapangan komersial ekonomis ya cost recovery jadi milik negara. Tapi kalau tidak komersial, dikembalikan ke yang punya, tapi mereka membayar bea masuk, itu yang adil,” tambahnya.

Dalam beleid tersebut memang terdapat aturan yang mengatur pemanfaatan barang, peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam pasal 78 hingga pasal 81.

Poin utama yang terkandung pasal tersebut adalah seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu yang dibeli kontraktor menjadi milik atau kekayaan negara. Untuk pembinaan dan pemanfaatannya dilakukan oleh pemerintah dan dikelola badan pelaksana.

Setelah membayar bea masuk nantinya kontraktor juga bisa gunakan barang dan peralatan yang sudah dibeli untuk kegiatan atau operasi di WK selanjutnya.

“Nanti boleh digunakan untuk WK selanjutnya. Kalau sekarang tidak boleh untuk WK selanjutnya. Dia diserahkan ke negara dulu. Ini yang mau kita perbaiki,” ungkap Arcandra

Dia menegaskan jika revisi disetujui negara tidak akan merugi karena kontraktor tetap dikenakan bea masuk dan negara tidak perlu repot untuk mencari cara dalam pemanfaatan barang dan peralatan yang dikembalikan.

Implementasi revisi PP 35/2004 nantinya adalah untuk seluruh kontrak cost recovery yang sedang berjalan serta bisa juga diaplikasikan ke kontrak baru yang akan menggunakan skema gross split.

“Sekarang kan PSC cost recoverye masih banyak. Masih melakukan drilling yang sekarang dan berlaku juga untuk gross split juga bisa kan barang peralatan jadi seluruhnya memang jadi milik kontraktor,” tandas Arcandra.(RI)