JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan hingga saat ini belum bisa menentukan jumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang dibutuhkan industri nasional. Padahal, pemerintah telah melarang ekspor bijih mineral mentah sejak 12 Januari 2014 sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang memaksa pelaku usaha tambang untuk membangun smelter.

“Kita belum tahu kebutuhan industri seperti apa, kan produk nilai tambah itu sebagai bahan baku untuk industri hilir di dalam negeri,” ujar Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara  Kementerian ESDM di Jakarta, Selasa (23/8).

Menurut Bambang, melalui kerja sama dengan Kementerian Peridustrian diharapkan dan menentukan kebutuhan smelter bagi industri, sehingga ada patokan berapa banyak akan membangun smelter dan kapasitas yang dibutuhkan.

Selain itu, pembangunan smelter juga bisa menyesuaikan produksi dari perusahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada saat ini atau menyesuaikan kebutuhan dalam negeri.

“Kebutuhan produksi bahan baku untuk industri hilir dalam negeri, itu yang penting itu. Kalau itu sudah diketahui, kita baru bisa mengatakan ini cukup, ini belum, ini sudah, masih kurang, bisa ngomong begitu. Tapi, selama ini hal itu tidak diketahui, kecuali kalau tujuannya untuk diekspor semua,” tandas Bambang.(RA)