JAKARTA – Pemerintah akan memberikan mandat khusus alias mewajibkan perusahaan pemegang konsesi batu bara untuk meningkatkan hilirisasi batu bara. Salah satunya dengan mengolah menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti gas dalam bentuk Liqufied Petroleum Gas (LPG). Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan jika ingin mewujudkan ketahanan energi maka konversi batu bara menjadi gas untuk mengganti LPG merupakan langkah yang paling mungkin dilakukan.

“Saya mau kumpulkan (perusahaan pemegang konsesi batu bara). Saya mau bicara, kalau perlu kita mandatkan dengan satu dan lain cara,” kata Jonan di ajang Pertamina Energy Forum, Kamis (29/11).

Jika DME bisa menggantikan propana dan butana (bahan LPG) maka ditargetkan dapat mengurangi impor LPG. Berdasarkan data Kementerian ESDM dari sekitar rata – rata 6,7 juta-6,8 juta ton konsumsi LPG nasional, 70% berasal dari impor. “Nilai impornya sebesar US$3 miliar atau sekitar Rp 5 triliun,” kata Jonan.

Hingga saat ini baru PT Bukit Asam Tbk yang telah mulai feasibility study hilirisasi batu bara, terutama untuk memproduksi DME. Bukit Asam bersama dengan PT Pertamina (Persero) menggandeng Air Products yang memiliki hak paten teknologi pengolahan batu bara menjadi DME.

Kerja sama tersebut untuk mewujudkan pabrik gasifikasi di Peranap, Provinsi Riau dengan kapasitas 400 ribu ton DME per tahun dan 50 mmscfd SNG yang ditargetkan rampung pada 2022.

“Mudah-mudahan pemegang konsesi batu bara lain mengikuti Bukit Asam. Security energy coal to DME, ini batu bara yang diubah melalui proses jadi DME yang digunakan untuk pengganti LPG. Ini kalau kita mau bilang security energy,” ungkap Jonan.

Jonan mengakui untuk awal pengolahan DME dibutuhkan kemampuan besar, baik dari sisi finansial maupun teknologi. Namun dia meyakini teknologi akan berkembang dan akan menyebabkan biaya pengembangan menjadi lebih terjangkau. “Kalau impor terus, diketawain nanti. Coal diubah jadi LPG memang repot karena harus ganti komponen tungku dan lain-lain,” tandas Jonan.(RI)