JAKARTA – Eksploitasi besar-besaran energi fosil, khususnya batu bara dinilai perlu diakhiri karena akan mempercepat habisnya cadangan. Untuk itu, perlu terobosan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, salah satunya dengan menggalakkan konservasi energi.

“Energi fosil sudah pasti habis tapi kita terus jor-joran menggunakannya, misalnya batu bara. Batu bara di Indonesia cadangannya hanya 5,7% cadangan dunia, tapi kita jadi eksportir terbesar di dunia,” kata Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) seusai menggelar pertemuan dengan Dewan Energi Nasional di Jakarta, Jumat (18/3).

Sudirmanmengatakan indikator keberhasilan konservasi energi suatu negara adalah penurunan intensitas energi, yaitu konsumsi energi per Gross Domestic Product (GDP). Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan penurunan intensitas energi sebesar 1 persen per tahun.

Jika dibandingkan dengan negara – negara lain di Asia, menurut Sudirman, nilai intensitas energi Indonesia masih tinggi sebagai perbandingan dengan menggunakan index untuk intensitas energi, jika indeks Jepang 1 pada 2012 Indonesia 5 kali nya, kemudian dengan Malaysia 4 kali-nya, Singapura 1,4 kali nya. “Dengan Filipina 3 kali-nya dan dengan Kamboja 5,7 kalinya,” tukas Sudirman.

Namun, lanjut dia, guna merealisasikan program pemanfaatan energi di Indonesia belum optimal karena dihadapkan pada beberapa faktor antara lain insentif untuk pelaksanaan efisiensi energi dan konservasi energi masih terbatas, kemudian harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik yang masih disubsidi.

“Masyarakat kita masih dimanjakan oleh subsidi, sehingga rasa untuk menghemat masih kecil sekali,”tandasnya.

Kendala lain, lebih lanjut Sudirman memaparkan, belum konsistennya pelaksanaan disinsentif bagi pengguna energi yang tidak melaksanakan efisiensi energi dan konservasi energi, harga peralatan yang efisien/hemat energi masih mahal, pengetahuan dan pemahaman terhadap manfaat konservasi energi pada masyarakat masih terbatas, terbatasnya jumlah tenaga latih untuk manajer dan auditor energi.

“Terakhir, konservasi energi belum diterapkan secara mandatory di sektor industri dan transportasi,” tandasnya.

Abadi Purnomo, anggota DEN, mengatakan saat ini sudah saatnya Indonesia fokus pada konservasi energi, karena kebutuhan energi besar tanpa adanya konservasi Indonesia akan habis dimasa depan.

“Targetnya 23% pada 2025 sudah bisa diimplementasikan,  bahkan Pak Menteri menargetkan 25% itu lebih baik lagi” kata Abadi.(RI)