JAKARTA – Pembentukan induk usaha (holding) BUMN tambang dinilai semakin mendesak lantaran dipersiapkan untuk menguasai 51% saham PT Freeport Indonesia. Kendati anak usaha Freeport-McMoRan Inc sudah menyetujui kesepakatan dasar, termasuk recana pembangunan smelter dan divestasi 51% saham, namun Freeport belum sepakat dengan mekanisme divestasi dan metode penetapan harga sahamnya.

“Tidak bisa dihindari, perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan penetapan harga saham Freeport. Inalum sebagai perusahaan induk holding BUMN tambang harus segera menyelesaikan perundingan tersebut agar 51% saham Freeport dapat segera digenggam oleh pemerintah Indonesia,” ujar Fahmi Radhi, Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Jumat (16/3).

Menurut Fahmy, semakin berlarutnya proses divestasi 51% saham Freeport akan menimbulkan berbagai potensi risiko, baik risiko ekonomi, maupun risiko sosial dan politik. Risiko itu termasuk pemberian izin ekspor konsentrat kepada Freeport, yang ditenggarai melanggar Undang-Undang  Minerba. Selama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum tidak bisa segera menyelesaikan proses perundingan, maka selamanya Menteri ESDM akan dipaksa untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat agar terhindar dari berbagai potensi risiko yang akan timbul.

Fahmi mengatasi Inalum harus benar-benar berkomitmen secara serius dan terus menerus untuk segera menuntaskan perundingan terkait pembangunan smelter dan divestasi 51% sebelum 30 Juni 2018, sehingga izin ekspor tidak perlu diperpanjang lagi. Jika Inalum tidak mampu menyelesaikan divestasi 51% saham,  hingga 30 Juni 2018, tidak dapat dihindari Inalum kemungkinan besar akan menghadapai hambatan lebih serius dari pihak Freeport.

Holding BUMN Tambang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 yang menunjuk Inalum sebagai perusahaan induk BUMN Tambang dengan anggota terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.

Salah satu tujuan pembentukan holding tambang adalah untuk memperkuat struktur keuangan, mencapai efisiensi dan integrasi usaha, serta menciptakan value creation, sehingga BUMN tambang  dapat bersaing di pasar global dan memenuhi pasal 33 UUD 1945

“Dengan hasil putusan MA itu, semua pihak termasuk Koalisi Masyarakat Sipil, mestinya legowo menerima putusan MA, selanjutnya mendukung pembentukan holding BUMN tambang bagi sebesarnya kemakmuran rakyat,” kata Fahmy.

Mahkamah Agung (MA) telah menolak gugatan uji materil aturan holding BUMN Tambang yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN. Gugatan tersebut diajukan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2017, yang menghapus status 3 perusahan BUMN untuk dimasukan ke dalam holding BUMN Tambang, dinilai melanggar konstitusi karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat 2 dan 3 Undang Undang Dasar (UUD) 1945, UU Keuangan Negara, UU BUMN, dan UU Minerba.

Hasil putusan MA pada 6 Maret 2018 atas perkara itu menegaskan bahwa PP 47/2017 tidak melanggar ketentuan UU BUMN dan UU Keuangan Negara, sehingga tetap sesuai dengan tujuan UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan 3.(RA)