JAKARTA – Pembentukan  holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan menggabungkan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) ke dalam PT Pertamina (Persero) dinilai akan dapat mensinergikan semua operasi kedua BUMN tersebut dalam satu kendali perencanaan dan kegiatan operasional sehingga akan lebih efektif dan efisien.

“Penggabungan diharapkan bisa menjamin tidak ada lagi duplikasi investasi dan kegiatan bisnis pada  region yang sama sehingga percepatan pengembangan jaringan infrastruktur akan lebih terjamin dan optimal,” kata Herman Agustiawan, Kepala Pusat Studi Ketahanan Energi Universitas Pertahanan, Jumat (1/7).

Herman mengatakan efisiensi pada sisi investasi dan kegiatan operasi, selain untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang berdampak pada bertambahnya  revenue juga untuk peningkatan kepastian pasokan, perbaikan kualitas layanan kepada customer, serta pada akhirnya bisa menurunkan biaya penyaluran.

“Terakhir, tentunya berdampak kepada harga yang terjangkau dan berdampak positif bagi tumbuh dan berkembangnya industri padat energi yang kompetitif,” tegasnya.

Selain itu, pembentukan holding akan membuat penguasaan sektor hilir minyak dan gas  makin besar. Apalagi PGN dan Pertamina melalui anak usahanya PT Pertamina Gas (Pertagas) memiliki pangsa pasar yang sama.

“Holding akan menciptakan efisiensi karena banyak fungsi yang sama dan bisa digabung satu dengan yang lain. Market share seharusnya bertambah karena penguasaan sektor hilir migas dengan penggabungan kedua perusahaan akan semakin besar,” ujar Satya W Yudha, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Jumat.

Menurut Satya, dengan operasional yang makin efisien, keuntungan yang bisa diperoleh holding BUMN tersebut akan makin besar. Dengan keuntungan yang makin besar, investasi yang bisa dialokasikan juga berpotensi meningkat pesat.

“Otomatis jika efisien tentu bisa meningkatkan investasi karena pasti akan timbul keuntungan dengan adanya keuntungan bisa dibuat ulang investasi lainnya dengan sektor yang sama,” ungkap Satya.

Tahun ini Pertamina menganggarkan belanja modal US$366,3 juta untuk pemanfaatan gas atau 6,9% dari total investasi perseroan yang mencapai US$5,31 miliar. Sementara itu, belanja modal PGN tahun ini sekitar US$ 500 juta.

Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memutuskan untuk menggabungkan PGN ke dalam Pertamina. Realisasi penggabungan kedua BUMN menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah tentang pembentukan holding BUMN.

Menurut Berly Martawardaya, Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pembentukan holding memang tidak akan serta merta meningkatkan keuntungan dari kedua perusahaan yang digabungkan.  Biasanya, menurut dia, pada 1-2 tahun pertama merupakan masa penyesuaian dan reorganisasi. Serta penggabungan budaya kerja.

“Jika semua berjalan lancar dan market bagus maka pada tahun ketiga, holding akan berpotensi meningkatkan margin dan keuntungannya,” katanya.

Menurut Berly, keuntungan utama dari penggabungan PGN ke dalam Pertamina adalah sinergi dan koordinasi. Sehingga pembeli dan penjual gas bisa berurusan hanya dengan satu entitas. Selain itu, dengan menurunnya cost of transaction dan single agency benefit, berpotensi untuk menarik investasi yang lebih besar.(RA/RI)