JAKARTA – Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia sebagai salah satu poin utama dalam renegosiasi kontrak antara pemerintah dan anak usaha Freeport-McMoRan Inc tersebut tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan hanya mencatat progres pembangunan baru mencapai 2,4%.

Bambang Susigit, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, mengatakan hasil audit yang dilakukan verifikator independen untuk menilai dan mengawasi progress pembangunan smelter sudah keluar dan cukup sedikit dibandingkan dengan apa yang diklaim Freeport selama ini.

Dalam proses audit tersebut verifikator menemukan fakta bahwa lebih dari 900 poin penilaian pembangunan yang harus dipenuhi Freeport pada kenyataannya sekitar 30-an poin yang baru dipenuhi.

“Kan 912 poin atau item, kalau nggak salah ini 37 atau 38 item satu tahun itu, nah persentasenya 2,4%,” kata Bambang saat ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Selasa (6/2).

Selama ini Freeport mengklaim progress pembangunan smelter sudah mencapai 15%. Namun realisasi capaian yang diklaim tersebut tidak hanya dinilai dari pengerjaan konstruksi melainkan juga memasukan poin terkait setoran dana pembangunan yang disetorkan Freeport.

Menurut Bambang, pemerintah tetap berpandangan bahwa progress pembangunan dinilai dari kondisi fisik atau pengerjaan konstruksi.

“Progress 15% itu kan karena memasukkan uang yang US$ 115 juta, itu kami tidak mau (dihitung). Yang sekarang itu benar-benar yang fisik, rencana pembangunan awal, duit yang keluar berapa,” ungkap dia.

Meskipun progress pembangunan masih sangat minim, Freeport masih tetap berpeluang besar mendapatkan rekomendasi ekspor berdasarkan capaian realisasi poin pembangunan yang harus dipenuhi.

Bambang mengaku belum menerima pengajuan perpanjangan rekomendasi ekspor konsentrat dari Freeport. Namun tidak lama lagi perusahaan yang menjadi operator dari tambang bawah tanah Grasberg di Papua itu akan segera mengajukan rekomendasi tersebut.

Freeport masih menunggu penyelesaian administrasi dari auditor independent yakni PT Surveyor Indonesia dalam melakukan verifikasi pembangunan smelter.

“Baru selesai dari Surveyor Indonesia. jadi dia sudah seminggu lalu. Menurut mereka, surveyor itu lagi menyelesaikan draft hasil verifikasi lapangannya. hari ini sudah selesai, besok dimasukin,” kata Bambang.

Freeport berencana menggunakan lahan PT Petrokimia Gresik untuk membangun smelter. Smelter yang akan dibangun Freeport akan memiliki kapasitas produksi 500 ribu ton katoda tembaga dengan total kebutuhan konsentrat sebesar dua juta ton per tahun. Pembangunan smelter Freeport diperkirakan membutuhkan investasi sebesar US$ 2,3 miliar. (RI)