JAKARTA – Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) diyakini akan memberikan banyak manfaat, tidak hanya bagi lingkungan, namun juga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Ini bisa dicapai saat EBT telah menjadi pengganti bagi energi fosil.

Montty Girianna, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengatakan peningkatan kebutuhan energi di Indonesia dari tahun ke tahun tidak dapat dihindari. Apalagi dengan laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 1, 38% per tahun, sudah dapat dipastikan  Indonesia akan membutuhkan lebih banyak energi di masa mendatang.

Data yang ada menunjukkan bahwa kebutuhan minyak mentah akan naik 3% per tahun di masa mendatang. Disisi lain, suplai minyak mentah hanya akan naik 2,8%, akibat natural decline serta faktor lainnya. Begitu pula dari sisi gas bumi, pada 2025 diproyeksikan Indonesia harus mengimpor 40% dari kebutuhan nasional, akibat rendahnya produksi dan melonjaknya permintaan.

“Kondisi ini tentunya harus segera disiasati bersama. Indonesia perlu mencari sumber energi alternatif untuk menjaga, bahkan mempercepat putaran roda ekonomi. Di sinilah kami semua berharap bahwa Energi Baru Terbarukan dapat mengambil peran lebih dalam penyediaan energi nasional,” ujar Montty dalam Pertamina Energy Forum di Jakarta, Selasa (12/12).

Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 telah mengatur target bauran energi nasional. Kontribusi EBT terhadap bauran energi ditargetkan dapat mencapai 23% pada 2025 dan 31% pada 2050.

Data Kemenko Perekonomian, menyebutkan total potensi EBT yang tercatat adalah sebesar 443,2 GW. Sementara pemanfaatannya baru sekitar 8,8 GW atau hanya sekitar 2% dari seluruh potensi.

Menurut Montty,  pengembangan EBT akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Selain untuk mengamankan pasokan energi, ada pula motif ekonomi yang melatari komitmen pemerintah dalam mengembangkan EBT.

“Pertama, dengan mengurangi proporsi migas, tentunya negara akan lebih kuat dan stabil dari risiko ekonomi yang muncul akibat volatilitas harga minyak dunia,” kata dia.

Selanjutnya dengan ketersediaan EBT dapat membantu menghemat devisa negara maupun mengurangi porsi subsidi energi sehingga mampu menyehatkan Anggaran Pendaparan Belanja Negara (APBN). Salah satu contoh nyata penghematan anggaran adalah dalam implementasi biodiesel.

Dia mengatakan pada tm2016 negara berhasil menghemat devisa sekitar US$1,1 miliar atau Rp14,8 triliun dari penerapan program pencampuran 20% bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel ke bahan bakar minyak (BBM) jenis solar atau B20.

“Bisa dibayangkan jika di masa mendatang subsidi BBM berkurang drastis karena didorong peralihan konsumsi energi, tentu negara akan lebih fleksibel dalam mengalokasikan anggaran untuk sektor-sektor produktif, investasi dan lain sebagainya,” ungkap Montty.

Pemerintah, lanjut dia, meyakini bahwa dengan EBT akan dapat menekan biaya penyediaan energi dari penurunan biaya transportasi dan investasi infrastruktur. Potensi EBT memiliki sifat kedaerahan. Misalnya, Jawa Barat memiliki potensi panas bumi, kemudian Kalimantan Barat memiliki potensi tenaga surya dan potensi tenaga air terdapat di Papua.

Dengan konsep pengembangan energi yang bersifat kedaerahan, kebutuhan energi di masing-masing daerah akan dapat dipenuhi secara mandiri. Tak perlu lagi membawa energi yang sumbernya ada di Kalimantan, untuk dimanfaatkan di Jawa yang merupakan pulau dengan tingkat konsumsi energi tertinggi.

“Tentunya hal ini akan mampu menghemat biaya transportasi dan penyediaan infrastruktur,” tukas dia.

Selain itu, pengembangan EBT juga diharapkan akan melahirkan multiplier effect misalnya bagaimana EBT mampu membuka lapangan pekerjaan baru di Indonesia.

“EBT akan merangsang tumbuhnya pelaku-pelaku usaha baru baik yang berskala besar maupun berskala kecil, seperti instalasi panel surya, instalasi micro-hydro dan lain sebagainya,” papar Montty.

Melihat berbagagi manfaat dan peluang tersebut PT Pertamina (Persero) mulai serius kembangkan EBT. Untuk bisa mempercepat realisasinya perusahaan bahkan telah membuka diri untuk bisa melakukan kerja sama ataupun berinvestasi langsung bersama dengan partner.

Elia Massa Manik, Direktur Utama Pertamina menyatakan tidak hanya berfokus pada pengembangan sektor panas bumi, Pertamina juga siap berpartisipasi di bidang energi terbarukan, termasuk solar PV, angin, micro hydro, Green Diesel, bahkan mungkin sampai ke bisnis storage dalam jangka menengah. Pertamina juga terus membuka diri untuk bekerja sama dengan para pemain eksisting, pemerintah, serta berbagai pihak lainnya untuk dapat mengakselerasi kemampuan perseroan.

“Kami siap melakukan partnership, berinvestasi atau chip-in di perusahaan lain yang mempunyai atau telah mengembangkan teknologi sebelumnya,” tandas Massa.(RI)