JAKARTA – Pemanfaatan batubara untuk industri menengah kecil dan rumah tangga dinilai dapat mendorong pertumbuhan investasi di sektor pertambangan batubara. Pemanfaatan batubara briket misalnya, bisa menggantikan pemakaian minyak tanah, solar, liquified petroleum gas (LPG), dan kayu bakar.

“Penyerapannya bisa mencapai 30 juta sampai 50 juta ton batubara per tahun. Penghematan subsidi dan belanja energi rakyat bisa dicapai,” kata Budi Santoso, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Resources Studies kepada Dunia Energi, Rabu (8/2).

Iklim investasi di sektor pertambangan batubara tercatat mengalami penurunan sejak 2011. Selama periode 2011-2016 investasi sektor pertambangan batubara turun hingga 80 persen.

Menurut Budi, dalam pemanfaatan batubara untuk industri menengah-kecil dan rumah tangga, pemerintah tetap harus memikirkan distribusi dan logistik, seperti halnya bahan bakar minyak (BBM).

Dalam hal pengembangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sejatinya tidak cukup untuk menampung produk tambang batubara nasional. Program listrik 35 ribu megawatt (MW), diprediksi hanya akan menyerap 150 juta-175 juta ton batubara. Padahal produksi batubara nasional sudah lebih dari 400 juta ton.

Budi menilai pengembangan gasifikasi batubara masih terkendala harga kalorinya yang lebih mahal dibanding gas bumi. Pemerintah diketahui telah membuka pintu bagi investasi gasifikasi batubara untuk mendukung substitusi LPG pada masa depan. Namun dibutuhkan investasi hingga Rp13 triliun untuk menghasilkan 1.000 metrik ton turunan gasifikasi batubara.

“Pemerintah harus mendorong pemakai yang banyak tapi kecil-kecil, seperti industri menengah kecil dan rumah tangga,” tandas Budi.(RA)