JAKARTA – Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) hingga saat ini masih menemui banyak kendala. Selain soal regulasi, pengembangan EBT juga membutuhkan dana besar, teknologi maju dan harga jual yang ekonomis.

Hilmi Panigoro, Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), menegaskan pemerintah harus menjadi pionir dalam pengembangan energi terbarukan. Jika pemerintah serius turun tangan, maka regulasi atau aturan main dalam EBT yang dihasilkan harus memperhatikan sisi kepastian usaha.

“Ini berhubungan juga dengan keekonomian investasi,” ujar Hilmi di Jakarta, Selasa (22/3).

Medco melalui PT Medco Power Indonesia tengah mengembangkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sarulla berkapasitas 3×110 megawatt (MW). Medco Power merupakan satu dari empat perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Sarulla Operation Ltd yang menggarap proyek PLTP di Tapanuli Utara, Sumatera Utara tersebut. Selain Medco Power, perusahaan lainnya adalah Itocho, Kyushu Electric dan Ormat International.

Hilmi berharap agar pemerintah perlu mendorong investasi EBT dengan memberikan feed in tariff yang memenuhi keekonomian investasi. Pasalnya, investor akan melakukan investasi EBT jika memenuhi target keekonomian.

Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui pengembangan energi baru terbarukan membutuhkan investasi dan teknologi yang mahal. “Namun kendala tersebut pasti akan bisa dihadapi dan suatu saat nanti ketika pengembangannya sudah menyentuh pada volume yang besar maka akan menemukan harga yang sesuai,” ungkap dia.

Menurut Sudirman, masyarakat sudah seharusnya untuk berpikir mengalihkan fokus dari penggunaan energi fosil, seperti bahan bakar minyak (BBM) ke EBT.

“Banyak aspek harus dibenahi dalam pengelolaan energi kita, tapi kita tenggelam dalam diskursus tentang harga BBM,” tandasnya.(RI)