JAKARTA – Pelaku usaha siap mengembangkan produk turunan batu bara melalui gasifikasi seperti dimethyl ether (DME‎)‎ yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti Liqufied Petroleum Gas (LPG). Namun demikian pasar harus terlebih dulu disiapkan agar pengembangan DME menjadi tidak percuma.

Garibaldi Thohir, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Sumber Daya Mineral, Batubara dan Listrik, mengatakan perlu ada kejelasan pasar yang menyerap produk hilir batu bara.

“Balik baliknya ke pasar, bagaimana nih penerimaan terhadap DME,” kata Garibaldi dalam forum International Energy Agency (IEA) Coal Forecast to 2023 di Jakarta, Selasa (18/12).

Untuk menciptakan pasar, pengenalan DME sebagai bahan bakar alternatif sangat diperlukan. Apalagi puluhan tahun masyarakat sudah akrab dengan produk LPG, jangan sampai setelah produk DME tersedia justru tidak diminati karena ketidaktahuan masyarakat.

“Sekarang masyarakat belum familiar sama DME, tapi banyak yang familiar sama LPG,” ungkap Garibaldi.

Dia menambahkan jika sudah dilakukan sosialisasi, DME diyakini bisa bersaing dengan LPG tidak bersubsidi. Ini karena harga produk hilir batu bara tersebut jauh lebih murah dibanding LPG yang saat ini sebagian bahan bakunya berasal dari impor.

“Ini kenapa LPG lebih kompetitif, ya karena subsidi. Kalau enggak DME lebih kompetitif,” kata Garibaldi.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) semakin gencar mendorong pengembangan gasifikasi batu bara.

Menurut Ignasius Jonan, Menteri ESDM, perusahaan batu bara tidak hanya melakukan penggalian dan penjualan terhadap batu bara, tetapi juga meningkatkan nilai tambah.

Dia mengatakan, negara lain telah melakukan peningkatan nilai tambah batu bara, diantaranya China dengan mengubah batu bara menjadi bahan bakar jet yang harganya juga lebih murah dibanding Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Untuk di China ini ada batu bara diubah jadi jet fuel, sehingga kompetisinya akan jadi murah‎,” kata Jonan.(RI)