JAKARTA – Pelaku usaha di sektor industri minyak dan gas meminta rencana penerapan skema gross split dalam kontrak pengelolaan blok migas tidak menghilangkan peran pengusaha dalam negeri yang banyak bergerak di sektor penunjang hulu migas.

Bobby Gafur Umar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia Bidang Energi dan Migas, menyatakan jika perubahan skema kontrak benar terjadi maka dampak yang paling dirasakan akan dialami industri penunjang migas karena dengan skema baru yang ditawarkan pemerintah belum ada mekanisme yang jelas terkait pengawasan penggunaan komponen dalam negeri.

“Paling terkena terhadap efek perubahan ini dikhawatirkan adalah industri penunjang migas,” kata Bobby di Jakarta.

Dia meminta pemerintah untuk segera mensosialisasikan rencana baru secara menyeluruh agar iklim usaha bisa tetap stabil. Serta kejelasan terkait mekanisme penerapan, sehingga diketahui mana saja yang akan terkena dampak dari penerapan sistem baru nantinya. Pasalnya saat ini timbul pertanyaan terkait fungsi negara yang tidak ada dalam pengawasan serta perlindungan bagi pengusaha lokal.

“Intinya ketakutan, karena tidak ada sosialisasi, sehingga kita mimpi buruk. Ada kekurangan belum ada sosialisasi menyeluruh, dan belum ada input yang bisa menimpa efek langsung dan tidak langsung. Kami concern dengan situasi ini,” ungkap Bobby.

Firli Ganinduto, Wakil Komite Tetap Hulu Migas Kadin, mengungkapkan Kadin telah menerima masukan dari berbagai asosiasi di sektor industri migas tanah air dan akan meminta penjelasan langsung dari pemrerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terutama terkait jaminan dan kepastian usaha para pelaku usaha lokal dalam skema baru nantinya.

“Karena ini dibebaskan kepada kontraktor, sehingga ada wewenang bagi mereka sesuai policy perusahaan mereka. Sangat memungkinkan seluruh pengadaan dari sana ke sini, termasuk tenaga kerja,” kata Firli.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, menegaskan skema gross split yang ditawarkan pemerintah akan tetap memperhatikan penggunaan komponen dalam negeri.
“Pemerintah menetapkan syarat ketat terkait penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam penunjukan pengelolaan wilayah kerja. Selain itu, penggunaan tenaga kerja nasional khususnya tenaga kerja di wilayah kerja juga menjadi prioritas,” tegas Jonan.
Kementerian ESDM sebelumnya telah menyampaikan hal tersebut kepada 20 kontraktor kontrak kerja kerja (KKKS) terbesar, SKK Migas dan pengurus Indonesian Petroleum Association (IPA).

Menurut Jonan, secara umum para KKKS memahami upaya pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi hulu migas, antara lain dengan penerapan skema gross split yang tidak rumit dan mengurangi birokrasi.

Lebih lanjut dia berjanji akan segera meningkatkan sosialisasi secara menyeluruh kepada semua stakeholder dalam rangka persiapan sebelum skema baru ini rencananya akan diberlakukan pada awal tahun 2017 mendatang. Dengan skema gross split pemerintah ingin menciptakan kontraktor hulu migas dan bisnis penunjangnya menjadi entitas bisnis yang global and regional competitive.

“Dalam waktu dekat Kementerian ESDM akan melakukan sosialisasi terkait skema gross split ini kepada seluruh pihak, khususnya pelaku usaha di industri hulu migas,” tandas Jonan.(RI)