JAKARTA-Para pelaku usaha pengguna gas bumi tengah menantikan regulasi yang dijanjikan pemerintah yakni terkait pengaturan tarif di sektor hilir tepatnya di pengangkutan gas. Regulasi dalam bentuk Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut diyakini akan mampu memberikan dorongan lebih untuk bisa menurunkan harga gas pipa bagi industri.

“Kalau itu sudah keluar, itu bisa dieksekusi semuanya (penurunan harga gas), yang sekarang hanya ada itu hulu migas. Hilir migas kan belum ada. jadi mentoknya disitu,” kata Muhammad Khayam, Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian di Jakarta (17/10).

Dalam beleid yang saat ini dalam tahap sinkronisasi sebelum ditandantangani Menteri ESDM itu diatur ketentuan tentang batas maksimal pengembalian investasi para investor pipa sebesar 11% serta marjin keuntungan yang dibatasi maksimal sebesar 7%.

Dengan adanya regulasi tersebut Khayam meyakini penurunan harga gas untuk berbagai sektor industri lain bisa segera terealisasi. “Karena kalau ini (permen terbaru) bisa kan, bisa menjawab sektor lain. kan sekarang baru 7 (sektor),” ungkapnya.

Jika sudah terealisasi, penerapan beleid terbaru nanti diyakini bisa menurunkan paling tidak minimal US$ 1 / MMBTU. Khayam mengakui angka itu memang masih jauh dari harapan para industri namun adanya upaya penurunan harga dari pemerintah paling tidak bisa menunjukkan adanya upaya untuk memperbaiki keadaan sehingga iklim investasi juga bisa terjaga.

“Kami berharap dengan ada sedikit penurunan itu bisa meningkatkan berminat melakukan ekspansi usahanya. Jadi kita bisa hitung kalau penurunan sedikit, akan mengakibatkan berapa. kan revenue hilir besar,” katanya.

Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) menegaskan seharusnya penerbitan permen yang bisa membantu menurunkan harga gas bagi industri tidak terlalu lama dilakukan sinkronisasi, karena Presiden Joko Widodo sudah jelas-jelas mengamanatkan penurunan tersebut.

Dia berharap pemerintah bisa meningkatkan ketegasannya terutama dalam implementasi kebijakan yang dibuat sendiri oleh pemerintah.

“Kalau sinkron dengan keputusan presiden tentu Permen sudah keluar, bukan ditahan. Kalaubelum keluar berarti belum sinkron dong,” tegasnya.

Menurut dia banyak aturan telah dibuat pemerintah, namun implementasinya sangat terlambat. “Pemerintah tidak tegas. Angka US$ 6 / MMBTU itu dari Kementerian ESDM baru ke Presiden, setelah presiden tanda tangan kok malah tidak berjalan,” kata Achmad. (RI)