JAKARTA – Pertumbuhan pendapatan yang lebih rendah dalam bisnis distribusi bahan bakar minyak (BBM) seiring pemulihan harga komoditas dan penjualan lahan kawasan industri yang lebih lambat dibanding yang diperkirakan menyebabkan prospek peringkat PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dan obligasi I 2012 turun dari idAA- positif menjadi idAA- stabil.

“Selain itu, setiap penambahan utang baru dapat menahan perbaikan lebih lanjut atas struktur permodalan dan proteksi arus kas AKR dalam jangka pendek,” ungkap Gifar Indra Sakti, analisis PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) dalam laporannya, pekan lalu.

Pefindo menyebutkan peringkat AKR mencerminkan permintaan yang stabil terhadap BBM di Indonesia, jaringan logistik perusahaan yang ekstensif dan proteksi arus kas dan likuiditas yang kuart. Namun peringkat perseroan dibatasi risiko yang dihadapi dalam pengembangan lebih lanjut pada kawasan industri dan paparan terhadap risiko penurunan dalam industri pertambangan.

Pefindo berpotensi meningkatkan peringkat AKR jika perseroan dapat mencapai target penjualan lahan di kawasan industri dan mempertahankan manajemen biaya yang efisien dalam bisnis distribusi BBM. Serta tetap menjaga kebijakan keuangan yang konservatif yang ditunjukkan dengan rasio utang terhadap EBITDA lebih rendah dari dua kali secara berkelanjutan.

Namun peringkat AKR juga berpeluang turun jika perseroan secara agresif membiayai ekspansi usahanya dengan utang dalam jumlah yang lebih besar dari yang diproyeksikan. Hal tersebut juga dapat melemahkan struktur permodalan dan proteksi arus kas. Apalahi jika terjadi penurunan harga BBM secara signifikan yang dapat berdampak negatif terhadap arus kas dan profitabilitas perseroan.

Pada tahun lalu, penurunan penjualan BBM berdampak pada tertekannya pendapatan AKR sebesar 23%. AKR, emiten penyedia jasa untuk solusi mata rantai suplai yang terintegrasi di bidang BBM dan bahan kimia dasar, membukukan pendapatan Rp15,21 triliun sepanjang 2016, dibanding tahun lalu yang meraih Rp19,76 triliun.

Penjualan BBM tercatat turun 29,52% dari Rp10,29 triliun pada 2015 menjadi Rp14,6 triliun pada tahun lalu. Demikian pula penjualan sorbitol, tepung dan turunannya serta produk lainnya, turun dari Rp774,72 miliar menjadi Rp586,88 miliar.

Penurunan pendapatan juga terjadi pada jasa logistik dari Rp785,32 miliar menjadi Rp712,05 miliar. Hanya penjualan tanah di kawasan industri yang tercatat naik dari Rp128,6 miliar menjadi Rp271,07 miliar.(AT)