Salah satu wilayah kerja migas di Indonesia.

JAKARTA – Tradisi blusukan (keluar masuk kampung) tidak lagi didominasi oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Budaya baru birokrasi di Indonesia itu, mulai menular ke instansi lain, salah satunya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Sejak kemarin, Senin, 18 Maret 2013, para pimpinan lembaga baru pengganti BP Migas itu dipastikan tidak berada di ruangan kantornya yang nyaman di Gedung Wisma Mulia, Gatot Subroto, Jakarta. Mereka menyebar ke seantero Nusantara, dari ujung barat sampai timur Indonesia, untuk memantau langsung kegiatan produksi maupun eksplorasi para Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Migas.

Harus diakui, tantangan yang dihadapi para pimpinan SKK Migas ini jauh lebih besar, dibanding blusukan yang dilakukan Joko Widodo dan jajarannya. Maklum, wilayah kerja migas jarang yang berada di tengah kota. Kebanyakan justru di remote area, wilayah terpencil dengan fasilitas insfrastruktur seadanya.

Turun dari pesawat setelah penerbangan berjam-jam, mereka harus menyeberangi laut, sungai, atau melintasi jalan darat berliku puluhan hingga ratusan kilometer. Keluar masuk hutan tidak mungkin dihindari. Bagi yang beruntung, mungkin bisa mencapai lokasi yang dituju dengan helikopter atau pesawat kecil berbaling-baling. Toh itu pun dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.

Namun sebesar apa pun, tantangan ini harus dihadapi para pimpinan SKK Migas, agar produksi minyak nasional tahun ini dapat dipastikan aman. Mereka diperintahkan untuk blusukan, guna bertemu langsung dengan KKKS migas di lapangan dengan satu misi, mewujudkan target “zero decline” (kinerja tanpa penurunan produksi, red).

“Seluruh pimpinan SKK Migas akan serentak bergerak ke daerah sentra produksi migas, bertatap muka langsung dengan KKKS, mendengarkan kendala yang mereka hadapi. Kami berharap pertemuan tersebut akan menghasilkan solusi yang tepat bagi kelancaran operasi hulu migas,” ujar Deputi Pengendalian Operasi SKK Migas, Muliawan di Jakarta, pekan lalu.

Ia menerangkan, sampai minggu pertama Maret 2013, realisasi produksi rata-rata minyak bumi dan kondensat mencapai sekitar 827,2 ribu barel per hari (BPH), sedangkan produksi gas mencapai 8.196 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Akan tetapi di minggu kedua sampai pertengahan Maret, produksi minyak mulai bergerak sedikit di atas 830 ribu BPH.

“Kunjungan kerja ini dilakukan dalam rangka mencari jalan supaya kinerja yang meningkat ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan sehingga target zero decline bisa tercapai,” ujar Muliawan.

Tekan Kendala Produksi

Data yang diinventarisasi oleh SKK Migas menunjukkan, adanya sejumlah kendala yang berkontribusi terhadap realisasi produksi, terutama produksi minyak. Kendala-kendala tersebut antara lain permasalahan pada fasilitas produksi yang menyebabkan hilangnya potensi produksi minyak sebesar 5.400 BPH, permasalahan pada sumur produksi (kenaikan water cut dan water blocking) yang menyebabkan hilangnya potensi produksi sebesar 1.600 BPH, dan faktor eksternal yang menyebabkan hilangnya potensi produksi sebesar 700 BPH.

“Dalam kunjungan kerja nanti, kendala-kendala ini akan kita dalami lebih lanjut dan akan kita coba selesaikan bersama KKKS,” ujar Muliawan. Dia menambahkan bahwa dalam kunjungan kerja nanti, pimpinan SKK Migas tidak hanya menemui KKKS dalam tahap produksi, tetapi juga KKKS yang masih dalam tahap eksplorasi.

“Sebagaimana kita ketahui, realisasi eksplorasi selama ini selalu lebih rendah dari target. Kita akan dorong KKKS untuk memenuhi komitmen eksplorasi mereka karena eksplorasi merupakan satu-satunya cara untuk menambah cadangan migas kita di masa yang akan datang,” ujar Muliawan.

(Abdul Hamid/duniaenergi@yahoo.co.id)