JAKARTA – Kajian untuk memastikan kesiapan salah satu kota di Kalimantan menjadi ibu kota menggantikan DKI Jakarta juga menyasar pada ketersediaan tenaga listrik. Program peningkatan elektrifikasi nasional melalui proyek pembangkit 35 ribu megawatt (MW) yang diinisiasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama PT PLN (Persero) diyakini bisa mencukupi kebutuhan listrik di ibu kota yang baru.

Andy M Noor Sommeng, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengungkapkan ketersediaan listrik untuk wilayah Kalimantan sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk menopang perpindahan ibu kota. Ini akan semakin dipastikan dengan rampungnya berbagai proyek pembangunan pembangkit listrik sebagai bagian dari proyek 35 ribu MW.

“Rasio elektfitkasi kita yang saat ini masih sekitar 92,2% akan sampai 100% jika 35 ribu MW selesai,” kata Andy saat ditemui di Komisi VII DPR, Kamis (13/7).

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir angka rasio elektrifikasi atau persentase perbandingan rumah tangga yang sudah mendapatkan listrik dengan total rumah tangga di Indonesia naik signifikan. Jika pada awal 2011, angka rasio elektrifikasi nasional baru berada di angka 67,15%, pada akhir 2016 telah mencapai 91,15%.

Lebih lanjut, Andy menyatakan apabila proyek 35 ribu MW benar-benar bisa direalisasikan pada 2024 maka Indonesia juga berpotensi memiliki cadangan tenaga listrik 40%.

“Itu cadangan bisa sekitar 40%, sekitar 80 ribu-90 ribu MW. Jadi mau pindah kemana pun listrik itu ada,” tukas dia.

Menurut Andy, pekerjaan rumah bagi PLN saat ini dan ke depan tidak lagi terfokus pada pembangkit listrik melainkan juga kesiapan transmisi. Apabila pembangkit tersedia tapi tidak dapat disalurkan maka pembangkit listrik yang ada akan menjadi percuma.

“Mau di Puncak, Papua listrik tersedia pasti. Mungkin distribusi transmisinya (disiapkan),” kata Andy.(RI)