JAKARTA – Penyaluran batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PLN masih belum optimal. Imbasnya beberapa pembangkit listrik kerap kali mengalami gangguan.

Supangkat Iwan Santoso, Direktur Pengadaan Strategis PLN, mengatakan meskipun gangguannya tidak sampai membuat operasi pembangkit dihentikan, tetap memberikan dampak terhadap operasi pembangkit.

Stok batu bara PLN dibawah ideal akibat kendala pasokan.

“Enggak ada (penghentian operasi), tapi ada beberapa gangguan. Kenapa gangguan? Karena kalau stok tipis, batu bara yang dibawah bawah yang dipakai yang sudah kena air,” kata Supangkat di gedung DPR, Kamis sore (5/7).

Dia menambahkan menipisnya stok batu bara tidak dalam jumlah besar, tapi stok PLN tidak sampai mememuhi batas aman. Kekurangan pasokan batu bara untuk sektor kelistrikan bermula dari rencana penerapan harga batu bara khusus untuk kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, sehingga sejumlah produsen batu bara sempat menurunkan pasokan.

‎”Pada awal-awal terpengaruh, harga di luar kan tinggi sekali. Ada dampak dari cuaca, harga tinggi, kan ada isu harga DMO batu bara yang waktu itu belum diputuskan. Mungkin mereka takut, ngeremlah, sehingga stok kita rendah,”‎ ungkap Supangkat.

Para pengusaha dinilai lebih memilih untuk menjual batu bara ke luar negeri karena harga jual yang lebih bagus. Stok batu bara PLN di beberapa pembangkit bahkan sampai sekarang masih dibawah ambang batas aman 15 hari.

“Di luar tinggi (harga batu bara), mungkin disedot keluar juga. Sampai sekarang dampak itu masih ada, stok masih di bawah 15 hari. Ideal diatas 15 hari,” kata dia.

Data Kementerian ESDM mencatat realisasi ekspor batu bara mencapai 94,68 juta ton. Untuk penyerapan batu bara sampai dengan Juni untuk DMO mencapai 53,45 juta ton. Sebagian besar atau sekitar 42,41 ton diserap oleh pembangkit listrik PLN atau sekitar 46% dari target serapan 90 juta ton tahun ini

Selain masalah harga, Supangkat menilai masalah transfer kuota juga turut mempengaruhi pasokan. Transfer kuota menjadi jalan yang harus dilakukan perusahaan tambang batu bara yang wajib memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari total produksi.

Transfer dimungkinkan karena tidak semua spesifikasi batu bara dari yang dimiliki perusahaan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan PLN. Namun sampai sekarang transfer urung dilakukan karena pelaku usaha masih menantikan aturan main yang pasti tentang transfer kuota.

“Transfer kuota. Itu juga jadi masalah kalau tidak jalan,” tandas Supangkat.(RI)