minyak terbakar

Pemadaman api yang membakar areal sekitar pipa Tempino – Plaju.

Entah apa yang ada di benak pria itu. Dengan menahan sakit karena tubuh yang penuh luka bakar, ia nekat melarikan diri dari rumah sakit. Api yang membakar tubuhnya diduga berasal dari rokok yang disulut, saat aksi penjarahan minyak berlangsung.

Hingga Kamis, 4 Oktober 2012, jumlah korban yang tewas akibat kebakaran di areal pipa minyak PT Pertamina EP, Kilometer 219 Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan belum bertambah. Sempat dikabarkan korban tewas menjadi enam, namun Manager Humas Pertamina EP, Agus Amperianto menegaskan jumlah korban meninggal lima orang.

Sementara itu korban luka yang harus dirujuk ke rumah sakit di Jambi, sebanyak 16 orang. Menariknya, dari tiga korban luka yang dirawat di Rumah Sakit Bayung Lencir, satu diantaranya menghilang. Agus menyebutkan korban melarikan diri. Lantas apa yang mendorong tindakan nekat itu?

Agus Amperianto tak menampik dugaan, korban melarikan diri karena takut diinterogasi, dijadikan saksi, atau ditahan terkait kebakaran yang terjadi pada Rabu, 3 Oktober 2012.

Maklum kebakaran di tepi jalur lintas Trans Sumatera itu, diduga kuat akibat tindak pencurian minyak. Tim yang melakukan investigasi menemukan barang bukti diantaranya clamp 8 inchi, dan valve ukuran 1,5 inchi.

Valve 1,5 inchi itu terpasang pada pipa minyak Tempino – Plaju, yang areal sekitarnya terbakar hingga menimbulkan puluhan korban tersebut. Dalam jarak sekitar 30 meter dari pipa, juga ditemukan kolam-kolam tempat penampungan minyak. Kuat dugaan, dari kolam-kolam itulah gerombolan pelaku pencurian menyiduk ribuan liter minyak mentah untuk disetor ke penadahnya.

Modusnya, para pelaku melubangi pipa dengan clamp, lantas menyambungnya dengan valve. Minyak yang keluar lantas dialirkan melalui pipa PVC ke kolam-kolam penampungan yang sudah disiapkan. Di bibir kolam sudah menunggu anggota gerombolan yang bertugas memindahkan minyak ke drum, lalu ke tanki-tanki pengangkutan.

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Saat aksi penjarahan berlangsung, diduga ada anggota gerombolan yang tak tahan ingin merokok. Begitu tembakau disulut, api langsung menyambar minyak mentah yang tercecer ke mana-mana.

Kapolres Musi Banyuasin pun mengakui, timnya yang melakukan penyelidikan di lapangan, menemukan clamp yang digunakan untuk melakukan hot tap pada pipa Tempino – Plaju. Soal api berasal dari rokok atau sumber lain, masih dalam penyelidikan. Yang jelas, dari hasil investigasi lapangan Agus meyakini, para korban baik yang tewas maupun luka, posisinya sangat dekat dengan pipa yang dijarah.

“Ditemukannya pipa dan clamp untuk tapping di TKP (Tempat Kejadian Perkara) menguatkan dugaan, korban tewas adalah para pelaku pencurian minyak. Korban lain yang luka, adalah warga yang terindikasi melakukan hal yang sama. Buktinya, yang satu kabur dengan luka-luka bakar,” jelasnya.

Karyawan Pertamina EP pun sudah hafal dengan gaya para pencuri. “Mereka seperti kumpul-kumpul biasa, tapi sambil memindahkan minyak dari kolam penampungan maupun minyak yang tercecer ke drum,” tutur seorang karyawan Pertamina EP yang pernah menyaksikan aksi penjarahan dilakukan. Jika terpergok, dengan enteng mereka beralasan sedang memungut minyak yang “bocor”.

Penanganan Tak Pernah Tuntas

Meski api sudah dinyatakan padam pada Rabu siang, 3 Oktober 2012, namun sampai Kamis petang, 4 Oktober 2012, bekas lokasi kebakaran masih dipadati orang. Mereka adalah tim gabungan tanggap darurat dari Pertamina, Elnusa, BLH Sumatera Selatan, dan Dinas Lingkungan Hidup Musi Banyuasin. Sejumlah peralatan emergency diantaranya vacuum truck, mobil pemadam, backhoe, kendaraan crew, dan boom truck, turut bersiaga 24 jam.

Dengan pengawalan polisi, tim ini melakukan  pembersihan minyak yang berada di lokasi kebakaran, termasuk minyak-minyak hasil jarahan yang ditampung pelaku di kolam-kolam sekitar pipa. Petugas Pertamina dan Elnusa juga mengawasi dan melakukan upaya penguatan pipa di sekitar daerah kebakaran, guna memastikan keamanan operasi selanjutnya.

Sehari sebelumnya, mereka telah melokalisir minyak yang tercecer, dan melakukan penyedotan dengan vacuum truck. Tim juga melakukan upaya pemasangan clamp pipa, guna menyumbat titik yang dilubangi pencuri. Pipa Tempino – Plaju pun sudah kembali dialiri minyak sejak Rabu malam, setelah dilakukan rangkaian prosedur inspeksi, guna memastikan pipa dalam kondisi aman untuk dialiri minyak. Hingga Kamis pagi, minyak yang dialirkan melalui pipa ini mencapai 6.000 barel.

Itulah kerepotan yang selalu dihadapi pasca pencurian minyak. Nyaris tak terhitung berapa kali sudah aksi ilegal itu dilakukan. Berkali-kali pula pelakunya ditangkap dan barang bukti disita, namun tak pernah jera. “Herannya, saat terjadi pencurian berikutnya, alat yang sudah disita kembali digunakan. Penanganannya tak pernah tuntas,” keluh Agus. Otak dibalik aksi-aksi  kriminal itu pun hingga saat ini belum terungkap.

Sumatera Selatan sendiri, menurut catatan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) memegang rekor tertinggi tindak pencurian minyak. Akibat pencurian, bukan hanya ratusan ribu barel minyak yang hilang. Kegiatan produksi pun terhenti untuk perbaikan fasilitas yang dirusak pencuri, berikut pencemaran lingkungan akibat minyak curian yang tercecer ke mana-mana.

Kebocoran minyak dari pipa yang dijarah, seringkali mengotori areal pertanian milik warga. Juga menimbulkan kebakaran jika kebetulan ada api yang menyambar. Dan pada Rabu, 3 Oktober 2012, para pencuri rupanya kena getahnya. Mereka tersambar api yang menjilat ceceran minyak akibat ulah mereka sendiri. Namun sulit diprediksi, apakah itu bakal menimbulkan efek jera atau tidak.

“Yang jelas, selama mafia atau penadah minyak curian belum ditangkap, sulit diharapkan tindak pencurian dapat dihentikan. Warga tergiur iming-iming duit dari para penadah,” tutur seorang karyawan Pertamina EP. Para mafia pula yang kerap menjadi becking para pencuri, dan melepaskan anak buahnya dari tahanan polisi, berikut mengambil barang bukti yang disita.

Tergiur Manisnya Minyak

Agus Amperianto juga menuturkan, tingginya pencurian minyak di Sumatera Selatan, karena minyak mentah dari daerah itu boleh dibilang cukup “manis”. Bisa langsung dijadikan duit, tanpa perlu diberikan treatment apa pun. “Dan yang paling sering dijarah, ya memang pipa minyak Tempino – Plaju,” ujarnya. Kerugian yang ditimbulkan telah mencapai lebih dari Rp 200 miliar.

Ia menambahkan, aksi penjarahan minyak mentah mengalami peningkatan sejak pertengahan tahun 2012. Dalam lima bulan terakhir saja, telah terjadi kehilangan sebesar 242.504 barel minyak. Belum lagi angka kehilangan akibat pencurian di tahun-tahun sebelumnya. Suatu kenyataan yang amat memprihatinkan, ditengah upaya keras BPMIGAS dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Migas memenuhi target peningkatan produksi.

Jumlah Minyak Yang Dicuri Dari Pipa

Tempino – Plaju Lima Bulan Terakhir

Periode Jumlah yang Dicuri
Mei 2012 36.587 barel
Juni 2012 60.554 barel
Juli 2012 68.037 barel
Agustus 2012 48.325 barel
September 2012 29.001 barel
                      TOTAL : 242.504 barel

 Sumber: Pertamina EP

“Satu barel saja kita perjuangkan mati-matian, bor kiri-kanan untuk mengejar target produksi. Eh para mafia enak-enakan menjarah ratusan ribu barel,” ujar Agus geleng-geleng kepala.

Ia pun berharap dengan sangat, aparat yang berwenang bertindak tegas, mengingat Kecamatan Bayung Lencir merupakan wilayah yang memiliki catatan angka penjarahan tertinggi. Pada 2011 terjadi 158 kasus, dan hingga September 2012 meningkat menjadi 373 kasus.

Pertamina EP sendiri tidak tinggal diam. Anak usaha PT Pertamina (Persero) ini terus proaktif mengantisipasi, dan melaporkan penjarahan minyak yang terjadi di wilayah kerjanya. Tidak hanya ke aparat setempat, tetapi juga ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) hingga ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Terlebih, fasilitas produksi termasuk pipa minyak merupakan objek vital nasional yang harus dilindungi penuh oleh aparat negara.

Namun dengan masygul Agus mengatakan, Pertamina ibarat membentur tembok. Belum ada langkah konkrit dari semua pihak yang berwenang, untuk mengejar para mafia penjarah minyak.

Kini, harapan digantungkan kepada polisi, sejauh mana mengusut dan mengungkap kasus pencurian minyak di Bayung Lencir, yang telah mengakibatkan korban jiwa. “Tak cukupkah lima nyawa melayang sia-sia?,” tukasnya.

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)