JAKARTA – Internasional Energi Agency (IEA) memprediksi dalam sepuluh tahun kedepan tren pengembangan energi dunia akan bergeser dari energi berbasis fosil menjadi pemanfaatan energi baru terbarukan. Berdasarkan hitungan lembaga itu,  dari investasi US$5 triliun di sektor energi sekitar 60-70%  merupakan investasi di energi baru terbarukan.

“Kalau tidak kita dimanfaatkan maka akan tertinggal proses dunia yang sedang berkembang,” kata Ketua Tim Percepatan EBT, William Sabandar di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut dia, untuk optimalisasi pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia termasuk untuk pengembangan 5.000 megawatt (MW) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang diperkirakan membutuhkan investasi US$7 miliar, sumber pendanaan potensial dapat direalisasikan untuk membiayai proyek antara lain dana pensiun, selama ini pemanfaatannya belum maksimal. “Kemudian, dana-dana non Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau yang berada di bawah koordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan diusahakan untuk dapat dioptimalkan fungsinya guna mendukung investasi ini,” kata William.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral MESDM) Sudirman Said mengatakan dalam kondisi tren harga minyak dan gas di pasaran dunia yang rendah menjadikan energi baru terbarukan belum bisa bersaing dengan energi berbasis fosil tersebut. “Dalam keadaan minyak dan gas rendah, jika PLN dipaksa beli listrik renewable dengan harga sekarang maka itu membebani,” katanya.

Kendati demikian, lanjut Sudirman, pihaknya sebagai Pemerintah juga tidak tinggal diam menghadapi persoalan – persoalan yang masih menghambat pemanfaatan energi baru terbarukan. “Kami sebagai pembuat kebijakan harus konsisten, terus mencari bagaimana pola menangani gap tersebut, termasuk memikirkan pembentukan institusinya,” kata dia.(LH)