JAKARTA – Kemitraan pemerintah dengan swasta (public private partnership) dinilai menjadi solusi dalam pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di tanah air. Apalagi di tengah kondisi keuangan negara yang terbatas. “Jadi yang terpenting dalam pengembangan EBT adalah financing dan investment. Kemudian, policy, leadership dan comittment,” kata Syamsir Abduh, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), di Jakarta, pekan lalu.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun ini mematok target investasi sektor EBT menjadi US$ 1,56 miliar.

Menurut Syamsir, kondisi energi nasional saat ini 94 persen berasal dari fosil yang semakin berkurang keberadaannya. Selain itu, kondisi yang terjadi saat ini juga terbukti sebagai faktor penting terjadinya perubahan iklim.

Berdasarkan arahan dari Presiden Joko Widodo pada saat mengikuti Conference of Parties (COP) ke-21 tahun 2015 di Paris dan hasil COP ke-22 di Maroko, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen (BAU) pada 2030 dengan upaya sendiri dan dapat ditingkatkan menjadi 41persen dengan bantuan internasional.

Hingga akhir 2016, penurunan emisi CO2 telah berhasil dilakukan sebesar 39,3 juta ton. Target 2017, emisi CO2 akan diturunkan sebesar 45,1 juta ton.

“Kita kaya EBT, tetapi baru memanfaatkan lima persennya. Pak Jokowi tekankan selalu ada research untuk EBT. Pengembangan EBT harus terintegrasi,” tandas Syamsir.(RA)