JAKARTA – Skenario penurunan penerimaan negara untuk menekan harga gas dinilai bukan solusi yang bijak karena justru berpotensi merugikan negara. Untuk itu, pemerintah diminta menindak tegas oknum trader yang jelas-jelas membuat harga gas melambung tinggi.

“Kurangi pendapatan negara memang jalan pintas tapi jalan yang lebih banyak ruginya. Lebih baik selidiki dan tindak tegas para mafia yang sebabkan kontrak tangan ke 4 atau 5 (dan kenaikan tinggi) saat sampai ke konsumen akhir,” kata Berly kepada Dunia Energi, Senin (31/10).

Berly pesimistis jika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah untuk melakukan penertiban trader maka target penurunan harga gas pada 2017 akan tercapai. Penurunan harga gas diperkirakan baru bisa terealisasi pada 2018.

Pemerintah sendiri sebenarnya sudah mengatur tata kelola transmisi dan distribusi gas dengan menertibkan para trader gas. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 6 Tahun 2016 sebagai revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 37 Tahun 2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

Dengan adanya aturan tersebut maka trader gas yang mempunyai alokasi diwajibkan mempunyai infrastruktur sendiri. Pemerintah pun memberikan waktu dua tahun sejak diterbitkannya peraturan bagi trader – trader untuk mempersiapkan infrastruktur.

Menurut Berly, aturan tersebut harusnya dipertegas dengan mencantumkan klausul pipa yang harus dibangun untuk memastikan efisiensi dari pembangunan infrastruktur itu sendiri. “Perlu ditambah syaratnya jadi minimal punya pipa sepanjang 10 km,” tukas dia.

Kajian Kementerian ESDM menyebutkan jika pemerintah mengurangi pendapatannya dengan menghapus PNPB dan PPh di hulu migas, penerimaan negara berpotensi turun hingga Rp 1,263 miliar per tahun.(RI)