JAKARTA – PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc, menyebutkan berdasarkan kontrak karya pertambangan yang ditandatangani pada 1991, pemerintah Indonesia telah menerima 60 persen manfaat finansial langsung dari operasi.

Richard C Adkerson, Presiden dan Chief Executive Officer Freeport McMoran Inc, mengatakan pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen yang dibayarkan kepada pemerintah Indonesia sejak 1991 telah melebihi US$16,5 miliar dan Freeport-McMoRan telah menerima US$10,8 miliar dalam bentuk dividen.

“Pajak-pajak, royalti-royalti, dan dividen-dividen di masa mendatang yang akan dibayarkan kepada pemerintah hingga 2041 diperkirakan melebihi US$40 miliar,” ujar Adkerson, Senin (20/2).

Kontrak karya pertambangan Freeport untuk mengelola tambang emas dan tembaga di Grasberg, Papua akan berakhir pada 2021. Dalam kontrak karya yang ditandatangani pada 1991, Freeport memiliki hak untuk memperpanjang kontrak dua kali untuk masing-masing periode 10 tahun.

Menurut Adkerson , menyampaikan selama lebih dari lima tahun, Freeport Indonesia telah secara konsisten melakukan upaya itikad baik untuk selalu tanggap terhadap perubahan hukum dan peraturan pemerintah Indonesia.

“Beberapa di antaranya membawa dampak negatif terhadap operasi kami di tambang Grasberg, Papua,” kata Adkerson.

Dia mengatakan, telah berada di Jakarta selama beberapa hari untuk menangani berbagai permasalahan yang saat ini dihadapi perusahaan sehubungan dengan diterbitkannya peraturan-peraturan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait ekspor konsentrat.

Adkerson menjelaskan, dirinya bersama tim manajemen dan beberapa tokoh masyarakat setempat, terus bekerja sama untuk melindungi kepentingan perusahaan dan semua pemangku kepentingan, termasuk karyawan.

“Meskipun Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (UU Minerba) menyatakan bahwa Kontrak Karya (KK) tetap sah berlaku selama jangka waktunya, pemerintah meminta agar Freeport mengakhiri KK 1991 agar memperoleh suatu izin operasi yang tidak pasti dan persetujuan ekspor jangka pendek,” ungkap dia.

Freeport menegaskan tidak dapat melepaskan hak-hak hukum yang diberikan oleh kontrak karya yang merupakan dasar dari kestabilan dan perlindungan jangka panjang bagi perusahaan dan vital terhadap kepentingan jangka panjang para pekerja dan para pemegang saham.

Adkerson menyatakan, kepastian hukum dan fiskal dianggap sangat penting bagi Freeport untuk melakukan investasi modal skala besar berjangka panjang yang diperlukan untuk mengembangkan cadangan di lokasi terpencil operasi di Papua.

Berdasarkan kontrak karya, kata Adkerson, Freeport telah melakukan investasi US$12 miliar dan sedang melakukan investasi sebesar $15 miliar guna mengembangkan cadangan bawah tanah.

“Kami telah membangun suatu kegiatan usaha dengan 32.000 tenaga kerja Indonesia,” tukasnya.(RA)