JAKARTA – Indonesia dinilai memiliki peraturan di sektor pertambangan yang baik, namun ada kesenjangan antara peraturan tertulis dengan praktik di lapangan. Bahkan Resource Governance Index menempatkan Indonesia diposisi kedua setelah Laos dalam kesenjangan antara pratik dan hukum di kawasan Asia Pasifik.

“Penerapan aturan secara konsisten merupakan area utama yang harus diperbaiki oleh Pemerintah Indonesia,” kata Emanuel Bria, Indonesia Country Manager Natural Resource Governance Institute (NRGI), Kamis (10/8).

Berdasarkan Indeks Tata Kelola Sumber Daya 2017 yang disusun NRGI, sektor pertambangan di Indonesia mencapai angka memuaskan, yakni 68 dari 100 poin dan menempatkan pada peringkat ke-11 di antara 89 penilaian khusus sektor tingkat negara dan kedua di kawasan Asia Pasifik setelah Indonesia.

Prestasi industri pertambangan Indonesia dinilai baik dalam hal manajemen pendapatan karena ada keterbukaan pemerintah soal anggaran, pendapatan dan pengeluaran negara, termasuk dana bagi hasil di tingkat daerah. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk menurunkan utang publik dan menyesuaikan pengeluaran selama dua tahun terakhir.

Penilaian Indeks Tatat Kelola Sumber Daya NRGI berfokus pada tembaga. Indonesia dengan cadangan tembaga nomor delapan terbesar di dunia pada 2016 menyumbang empat persen produksi tembaga dunia. Tembaga juga berkontribusi delapan persen terhadap ekspor Indonesia pada tahun lalu.

Namun sektor pertambangan Indonesia mendapat nilai 37 dari 100 poin pada sub-komponen perizinan, yang menempatkan hampir 40 poin di bawah pemain terbaik dalam indeks ini untuk subkomponen tersebut. Angka ini disebabkan kurangnya keterbukaan kepentingan finansial kepada publik oleh pejabat, identitas pemilik perusahaan yang sebenarnya serta kontrak-kontrak.

NRGI dalam keterangan tertulisnya mencatat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tentang Tata Cara Lelang Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batu Bara, pemerintah hanya bisa memberikan izin pertambangan melalui proses tender terbuka dan dengan melakukan prakualifikasi terhadap penawar. Namun peraturan tersebut tidak mengharuskan pemerintah mengumumkan penawar yang memasukan atau ikut prakualifikasi. Hingga saat ini, tender terbuka belum pernah dilaksanakan.

“Akan tetapi, undang-undang minerba di Indonesia sedang direvisi tahun ini. Hal tersebut

berpotensi menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan perizinan,” kata Bria.(AT)