JAKARTA-Nilai tambah industri petrokimia yang dikembangkan di Blok Masela, Maluku, diprediksi mencapai US$2 miliar atau sekitar Rp 27 triliun (kurs Rp 13.500) dan mampu mengurangi angka impor hingga S$1,4 miliar dollar AS dari substitusi komoditas turunan gas alam dan metanol.

“Angka tersebut tidak termasuk pendapatan dari pajak yang dapat mencapai sekitar US$250 juta,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Airlangga mengungkapkan, selain di Teluk Bintuni, lokasi yang bakal dijadikan pusat industri petrokimia di dalam negeri, yaitu Blok Masela. Di lokasi tersebut, akan dibangun industri petrokimia berbasis gas dengan total nilai investasi sebesar US$3,9 miliar, yang juga akan mendukung berdirinya pabrik metanol dan turunannya.

“Proyek ini diharapkan mampu menyerap sekitar 39 ribu tenaga kerja langsung dan sebanyak 370 ribu tenaga kerja tidak langsung,” ujarnya seperti dikutip Antara.

Airlangga menambahkan, pengoperasian pabrik akan dapat menumbuhkan perekonomian di wilayah tersebut mencapai 10 kali lipat dengan penambahan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar US$31 juta. Dengan demikian, utilisasi ladang gas Masela untuk pengembangan industri petrokimia sangat strategis dalam pengembangan industri dan perekonomian di wilayah timur Indonesia.

Sigit Dwiwahjono, Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin, mengatakan investasi di sektor hulu petrokimia hampir tidak ada selama lebih dari 15 tahun ini, sehingga perlu untuk memacu pembangunan kembali sektor strategis tersebut. “Murahnya harga gas untuk sektor ini merupakan kunci agar investor mau berinvestasi di industri hulu petrokimia,” jelasnya.

Sigit berharap, penurunan harga gas diikuti dengan upaya industri melakukan revitalisasi untuk peningkatan kapasitas.

“Harga gas yang bersaing nantinya dapat mendorong perusahaan yang saat ini berhenti produksi untuk beraktivitas lagi serta mengembalikan kapasitas industri yang produksinya turun saat ini,” ujarnya.

Sigit juga menegaskan, harga gas yang kompetitif bagi industri akan mendorong pengembangan wilayah dan menjadi instrumen pemerataan ekonomi. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia atau ease of doing business menjadi di kisaran peringkat 40 dari peringkat 109 saat ini. “Untuk mencapai target tersebut, salah satu yang harus dilakukan adalah melalui penyediaan listrik dan gas,” katanya. (DR)