JAKARTA – Pemerintah akan mencari solusi jangka panjang untuk mendukung program bahan bakar minyak (BBM) satu harga secara nasional. Hal ini agar PT Pertamina (Persero), sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang ditugaskan untuk menjalankan program tersebut tidak dirugikan.

Edwin Hidayat Abdullah Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, mengatakan saat ini Pertamina tidak diberikan kompensasi apapun, termasuk pengurangan dividen ke negara untuk menjalan program BBM satu harga.

“Masih bisa ditanggung neraca rugi laba Pertamina. Kita support tanpa kurangi dividen, karena target 2016 kan sudah masuk anggaran. Serta sudah masuk UU APBN 2017,” ujar Edwin.

Dia mengungkapkan untuk mengejar target satu harga di awal Januari 2017, sambil berjalan nantinya akan dicarikan solusi jangka panjang. Subsidi silang memang jadi jalan yang bisa dilakukan, meskipun akan mengurangi margin keuntungan.

“Solusi nanti dicari apakah tambahan subsidi atau ada pesawat atau transportasi khusus yang dibiayai negara atau bagaimana sehingga nanti sharing distribusi bisa lebih fair. Tapi sampai tahun depan masih bisa lah Pertamina,” ungkap Edwin.

Faisal Basri, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia menyatakan Pertamina sebagai BUMN pasti mengejar keuntungan yang kemudian akan menjadi dividen untuk diserahkan kepada negara. Karena itu juga sudah diamanatkan oleh UU, jika tidak juga melanggar aturan yang sudah dibuat.

“Ini juga secara tidak langsung mempengaruhi APBN, kan kalau Pertamina rugi, dividen ke negaranya berkurang. Ini yang dirusak bukan hanya Pertamina, tetapi seluruh rakyat Indonesia,” kata dia.

Dengan adanya tuntutan untuk menyetorkan dividen tersebut, maka subsidi silang yang dilakukan Pertamina adalah bisa saja menaikan harga produk bahan bakar lain untuk menutupi kerugian yang akan dialami dengan penerapan satu harga.

“Pertamina disuruh mencari alternatif sendiri, pasti dia ngegencet yang lain, seperti avtur atau menaikkan harga pertalite, dan pertamax,” kata dia.

Menurut Faisal, sebagai kewajiban sosial seharusnya melalui proses perhitungan di APBN, sehingga sudah sewajarnya subsidi diberikan dalam program BBM satu harga.(RI)