JAKARTA – Pemerintah menerapkan dua sistem penyelesaian masalah PT Freeport Indonesia. Hal ini dilakukan seiring pembenahan subsektor mineral dan batu bara menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017.

“Ada dua sistem yang kita lakukan yaitu penyelesaian jangka pendek dan panjang. Jangka pendek lebih dilatarbelakangi bagaimana memberikan landasan hukum dan kepastian usaha bagi Freeport dan kejelasan untuk pemerintah bahwa hubungan kontraktual harus lebih jelas pasca PP1/2017,” ujar Teguh Pamudji, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Selasa (4/4).

Menurut Teguh, untuk pembahasan jangka pendek pemerintah sudah sepakat dengan anak usaha Freeport-McMoRan Inc itu untuk melakukan perundingan.‎ Tujuan jangka pendek adalah dengan kesepakatan kelangsungan usaha Freeport yang berpengaruh ke ekonomi Papua.

“Minggu lalu kita sepakat dengan Freeport, akan ditetapkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara karena mempunyai tenggat waktu delapan bulan,” kata dia.

Teguh menambahkan dengan dikeluarkannya IUPK sementara untuk periode delapan bulan, Freeport dapat melaksanakan ekspor konsentrat dan membayar bea keluar (BK). Berbarengan dengan dikeluarkannya IUPK, pemerintah masih menghormati ketentuan di kontrak karya.

“Kita sepakat minggu depan akan mulai pembahasan jangka panjang. Jadi, kita sepakati pembahasan jangka panjang delapan bulan, dimulai 10 Februari dan akan berakhir 10 Oktober 2017,” ungkap Teguh.

Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, mengatakan dalam pembahasan jangka panjang poin yang dibahas antara lain, stabilitas investasi dan keberlangsungan operasi Freeport, perpanjangan operasi sampai berdasarkan peraturan 2×10 tahun, yaitu 2021-2031 tahap pertama dan 2031-2041 tahap kedua.

“Ketiga, divestasi 51 persen. Logikanya, kalau bicara divestasi apakah ada perpanjangan atau tidak. Kalau divestasi 51 persen kan tinggal berapa tahun lagi. Keempat, pembangunan smelter. Ekspor masih dihubungkan dengan membangun smelter. Kalau dia masih ingin ekspor tentu harus bangun smelter,” ungkap Bambang.

Teguh menambahkan, pemerintah masih punya waktu ke depan untuk pembahasan jangka panjang dengan Freeport.

“Dan counterpart dari pemerintah adalah tim perunding yang berasal dari instansi terkait, yaitu Kementerian ESDM, Kemenkeu, BKF, Kemendagri, Kejagung dan lainnya,” tandas Teguh.(RA)