data pencurian minyak

Sumber: PT Pertamina EP

JAKARTA – Penyelenggara negara melalui aparaturnya, polisi dibantu tentara, didesak segera turun tangan mengatasi pencurian minyak mentah, yang semakin marak khususnya di Sumatera Selatan. Kerugian akibat tindak kriminal tersebut ternyata sudah lebih besar dari korupsi.

Desakan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Tjatur Sapto Edy dalam Focuss Group Discussion (FGD) Mencari Solusi Kasus Pencurian Minyak Pertamina, yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2012.

“Lambatnya penanganan kasus pencurian minyak ini, karena koordinasi yang masih jadi “barang mewah” di negeri ini,” ujarnya.

Dari informasi yang diperolehnya, Tjatur mengungkapkan PT Pertamina EP yang menjadi korban dari tindak pencurian ini, merasa institusi kepolisian terutama Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan kurang peduli terhadap kasus tersebut.

Di sisi lain, ujarnya, pihak kepolisian juga merasa bantuan “logistik” Pertamina masih kurang dalam penanganan kasus ini. Ia juga mengaku gerah, karena dari data yang dikumpulkannya, ada perbedaan data yang semakin menunjukkan lemahnya koordinasi.

“Pertamina menyebutkan hingga saat ini sudah terjadi 666 kasus pencurian minyak. Sedangkan Polda Sumatera Selatan menyebutkan, tindak pencurian minyak hingga saat ini hanya 69 kasus,” keluhnya.

Menurut Tjatur, polisi juga mengeluhkan pos penjagaan Pertamina di sepanjang jalur pipa minyak, yang dianggap kurang sehingga menyulitkan pengamanan. “Tapi apa pun itu, negara harus hadir untuk mengatasi kasus ini,” tandasnya.

Ia mengaku prihatin, betapa tindak pencurian minyak mentah utamanya di Sumatera Selatan, telah menimbulkan kebakaran besar yang menewaskan lima pelakunya di Bayung Lencir, Musi Banyuasin pada 3 Oktober 2012 lalu.

Tjatur yang kanan

Tjatur Sapto Edy (paling kanan) bersama Wakil Direktur Pamobvitnas, Kombes Achmadi dan Kepala Perwakilan BPMIGAS Sumbagsel, Setia Budi dalam FGD Mencari Solusi Kasus Pencurian Minyak Pertamina, Rabu, 24 Oktober 2012.

Dari sisi materiil, Tjatur mencatat kerugian negara yang ditimbulkan oleh pencurian itu, mencapai Rp 2 miliar per hari. Ditambah kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat sisa minyak curian yang mencemari wilayah sekitar pipa yang dilubangi pencuri.

Pada kesempatan yang sama, VP Legal and Relations PT Pertamina EP, Aji Prayudi mengungkapkan, kebakaran besar akibat pencurian minyak di Bayung Lencir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan pada 3 Oktober 2012, bukanlah yang pertama.

Sebelumnya pada 2 Agustus 2012, sudah terjadi kebakaran yang jauh lebih besar, namun tidak ada catatan korban jiwa. Dari keseluruhan jalur pipa Pertamina, ia mengakui pipa di Musi Banyuasin yang paling sering dijarah.

Para pencuri melakukan tapping (melubangi pipa, red) dan mengalirkan minyak hasil tapping ke kolam-kolam penampungan yang disebut oleh para pencuri sebagai “sumur tua”. Pipa minyak yang paling sering dijarah adalah jalur Tempino – Plaju, juga jalur Prabumulih – Plaju yang eskalasinya terus meningkat sejak 2010 sampai sekarang.

“Sejak 2010 sampai sekarang, kerugian yang dialami Pertamina akibat berbagai kasus pencurian minyak mentah tersebut, hampir mencapai Rp 500 miliar,” tukasnya.

Para pencuri pun berani mengeluarkan “modal”, diantaranya pura-pura membangun rumah diatas jalur pipa, dan di dalam rumah itu mereka melakukan tapping. Aparat desa setempat pun mengeluh, banyak kolam-kolam budidaya ikan yang telah berubah menjadi kolam penampungan minyak curian.

pencurian minyak

(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)