JAKARTA – Perintah Presiden Joko Widodo untuk moratorium pertambangan dinilai menjadi momentum untuk mengoptimalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ada saat ini. Apalagi dari total 10 ribu IUP yang telah diterbitkan, baru sekitar empat ribu yang clean and clear (C&C).

“Jadi mengelola IUP yang ada saja belum optimal. Saya kira itu kesempatan bagi pemerintah untuk menertibkan IUP yang ada,” kata Budi Santoso, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (CIRUSS), Senin (18/4).

Menurut Budi, memang akan ada masalah bagi IUP yang ada di daerah hutan lindung yang akan ditingkatkan menjadi IUP operasi produksi karena pada umumnya tambang secara alami berada di lokasi yang secara topografi menjadi daerah hutan lindung. Hal ini bisa menyebabkan beberapa tambang yang dalam pengembangan tahap lanjut ditutup atau harus menunggu moratorium selesai.

“Moratorium juga bisa dipergunakan untuk menetapkan wilayah pertambangan yang masih belum didasarkan pada kajian yang memadai,” kata dia.

Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), juga mengakui pemberlakuan moratorium pertambangan saat ini merupakan waktu yang tepat dan memungkinkan sejalan dengan harga komoditi tambang yang berada dalam tekanan. Apalagi, pemerintah sedang mempercepat hilirisasi produk-produk dan konsolidasi pertambangan.

“Saya kira dengan moratorium ini akan mempermudah atau akan memperkuat upaya konsolidasi tambang karena sebaiknya industry tambang sebaiknya diisi oleh pelaku-pelaku yang serius yang peduli pada lingkungan sehingga tidak ada lagi kejadian-kejadian seperti yang kemarin-kemarin kita dengar,” ujar Sudirman di Jakarta, akhir pekan lalu.

Sudirman mengakui animo untuk membuka tambang baru juga tidak terlalu besar. Selain itu, moratorium adalah kebijakan tertinggi jadi harus sepenuhnya dipatuhi.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sebelumnya memerintahkan untuk segera menyiapkan moratorium kelapa sawit dan pertambangan. Alasan moratorium dikeluarkan adalah, lahan kelapa sawit yang telah ada saat ini dinilai sudah cukup dan dapat ditingkatkan lagi kapasitas produksinya dengan memaksimalkan potensi yang ada. Demikian halnya dengan lahan tambang, Presiden tidak akan memberikan izin kepada perusahaan tambang untuk membuka lahan untuk perluasan wilayahnya.

“Jangan sampai terjadi lagi konsesi pertambangan menabrak hutan konservasi, sudah tidak ada seperti itu, tidak ada. Tata ruangnya untuk tambang sudah, kalau tidak ya tidak usah,” tegas Presiden.(RA)