JAKARTA – Kinerja keuangan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), perusahaan penyedia solusi logistik dan transportasi laut terpadu pada tiga bulan pertama 2018 tertekan sebagai imbas cuaca buruk yang mempengaruhi operasi perusahaan. Padahal, pada 2018 anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY)  tersebut mematok target kenaikan pendapatan 20%-30%.

“Kami menghadapi kondisi yang menantang selama kuartal I. Faktor eksternal, seperti cuaca buruk dan rendahnya pasokan kargo dari produsen batu bara mempengaruhi pendapatan dan pemanfaatan armada kami.  Harapan kami bisa mengejar ketertinggalan di kuartal terakhir,” kata Lucas Djunaidi, Vice President Director Mitrabahtera kepada Dunia Energi,  pekan lalu.

Pada kuartal I 2018, Mitrabahtera membukukan pendapatan US$14,4 juta, turun 8,8% dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar US$ 15,8 juta. Penurunan terjadi baik di segmen tongkang dan floating crane, di mana segmen tongkang turun 6,3%.

Seiring dengan itu, perseroan mencatat rugi kotor sebesar US$1,8 juta, EBITDA sebesar US$ 2,0 juta dan rugi bersih sebesar US$ 5,5 juta.

Menurut Lucas, curah hujan yang tinggi  di beberapa daerah milik produsen batu bara menyebabkan banjir di tambang mereka sehingga mempengaruhi pasokan batu bara. Alhasil, berpengaruh pada kontribusi pendapatan yang lebih rendah dari klien PT Adaro Energy Tbk dan PT Mitra Maju Sukses masing-masing menjadi sebesar US$0,5 juta, US$ 0,4 juta.

Selain itu, ada penurunan US$ 0,8 juta dalam pendapatan floating crane karena jadwal FC Vittoria docking untuk kuartal pertama 2018. Aset mengalami insiden kebakaran yang tidak terduga dan sangat tidak terduga saat sebelum tanggal pemasangan. Selama periode docking, FC Vittoria tidak dapat menghasilkan pendapatan.

Namun pendapatan Mitrabahtera berpotensi meningkat mulai kuartal II seiring kontrak lima tahun dari Muji Line senilai US$78 juta. Selain itu, Mitrabahtera juga telah memperoleh  kontrak dasar dengan PT Galley Andhika Arnawama untuk menyediakan layanan logistik bagi produsen nikel berlokasi di Sulawesi, dengan perkiraan backlog sebesar US$ 2,1 juta untuk satu tahun dan opsi perpanjangan satu tahun.

“Selama 2018, kami akan melanjutkan inisiatif untuk menjadi lebih efektif dan efisien dengan meningkatkan produktivitas melalui keselamatan dan keunggulan operasional, penghematan biaya operasional, perampingan organisasi dan proses bisnis untuk dapat bersaing dalam kondisi pasar saat ini,” kata Lucas.(RA/AT)