JAKARTA – Sikap pelaku usaha yang masih menanti kepastian usaha dalam melakukan investasi di sektor minyak dan gas (migas) dinilai menjadi faktor utama minimnya minat terhadap lelang wilayah kerja (WK) migas pada tahun ini.

IGN Wiratmaja Puja, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengakui hingga mendekati pergantian 2016 belum ada keputusan pasti mengenai pemenang lelang WK migas yang digelar pada tahun ini.
“Progress lelang WK sudah masuk ada penawaran tapi tidak banyak. Masih terbatas memang belum bisa di announce tapi tidak sebanyak sebelum-sebelumnya,” kata Wiratmaja di Jakarta, Selasa (20/12).

Pemerintah pada tahun ini telah melelang 14 WK migas konvensional yang terdiri dari, tujuh WK melalui mekanisme penawaran langsung dan tujuh WK lainnya dilelang melalui mekanisme lelang reguler atau terbuka. Upaya pemerintah untuk bisa meningkatkan gairah dalam lelang tahun ini bisa terlihat dari penerapan open bid split, namun hingga saat ini belum juga meningkatkan minat para investor. Tercatat baru ada tiga WK yang memiliki peminat dari mekanisme penawaran langsung.

Menurut Wiratmaja, selain dipengaruhi harga miyak dunia yang belum stabil, molornya penyelesaian revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan para investor cenderung menunggu sikap pemerintah untuk bisa menjamin kepastian usaha. Ini ditambah lagi dengan adanya rencana penerapan skema gross split tahun depan.
“Jika sudah rampung revisi, kita harapkan lebih atraktif lagi. Kan kita lelang ada periode 6 bulan kan,” kata dia.
Untuk skema gross split penyelesaian studi kajian diharapkan selesai pada Januari 2017 dan Kementerian ESDM menargetkan implementasinya juga bisa dilakukan pada tahun depan. Sementara untuk PP 79 hingga saat ini masih terjadi pembahasan intensif antar dua kementerian, yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.
Poin krusial kata Wiratmaja yang belum disepakati kedua kementerian tersebut adalah terkait masa transisi atau peralihan ketika aturan revisi PP 79 mulai berlaku nantinya.
“PP 79 yang belum selesai memang hanya tinggal masa transisi yang perlu dibahas, masih ada perbedaan antara ESDM dan Kemenkeu soal masa transisinya,” katanya.
Menurut Wiratmaja, ada beberapa masa transisi untuk pemberlakuan revisi PP 79 yang kini tengah dalam pembahasan yakni rentang waktu antara UU 22 Tahun 2001 dan penerbitan PP 79 di tahun 2010 atau opsi kedua pemberlakuan revisi beleid tersebut baru antara saat penerbitan PP 79 tahun 2010 dan revisi PP nantinya yang ditargetkan pada 2017.
“Dari ESDM maunya untuk kontrak yang ada dihormati jadi tidak berlaku mundur,” tukas Wiratmaja.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengungkapkan molornya revisi PP 79 selain berpengaruh terhadap iklim investasi juga dipastikan berdampak pada kegiatan eksplorasi. Padahal Indonesia sangat membutuhkan banyak kegiatan eksplorasi sebagai upaya utama penemuan cadangan migas baru. “Eksplorasi kita kendalanya adalah pertama PP 79 kita harus perbaiki dulu,” tegas Arcandra.(RI)