JAKARTA – Metode penggantian biaya yang dikeluarkan (replacement cost) dinilai tidak bisa digunakan untuk penghitungan divestasi saham PT Freeport Indonesia, anak usaha Freeport-McMoRan Inc.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center Indonesia Taxation Analysis, mengatakan melalui metode penggantian biaya nantinya harga saham hanya dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menemukan cadangan tersebut.

“Kalau pakai replacement, preseden buruk. Begitu selesai pengembangan lalu diambil saham. Itu tidak fair, hanya mengganti apa yang dikeluarkan tapi tidak mengganti ekspektasi alasan orang masuk,” ujar Yustinus di Jakarta.

Menurut dia, dengan metode tersebut pemerintah sejatinya memiliki kesanggupan untuk membeli saham divestasi Freeport Indonesia. Namun, cara tersebut dianggap tidak fair dan akan berpotensi menyeret Indonesia ke arbitrase internasional.

“Kalau dibawa ke arbitrase, agaknya pemerintah kalah. Itu cukup jelas klausul (kontrak karya). Kita kemungkinan akan membayar kompensasi lebih besar dibanding 51% saham itu, malah merugikan,” ungkap Yustinus.

Metode harga pasar yang wajar (fair market value) juga dianggap tidak cocok. Pasalnya, fair market value digunakan untuk aset yang ada perbandingan (comparable)-nya. Sedangkan aset tambang bawah tanah (underground mining) Freeport dianggap tidak ada perbandingan.

Pemerintah dan Freeport sebelumnya juga belum menemui titik temu divestasi saham 10,64% perusahaan pengelola tambang emas dan tembaga Grasberg, Papua tersebut.

Revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 27 Tahun 2013 telah mengubah cara perhitungan harga saham divestasi Freeport dari sebelumnya replacement cost menjadi fair market value. Namun, kedua metode tersebut dianggap masih belum adil untuk kedua belah pihak.

Freeport menawarkan harga untuk 10,64% saham divestasi sebesar US$1,7 miliar. Sedangkan pemerintah menganggap harga tersebut masih terlalu mahal, karena dari perhitungan pemerintah harganya hanya sekitar US$630 juta.

Saat ini, pemerintah telah memiliki 9,36% saham Freeport Indonesia. Selanjutnya akan membeli 10,64% saham lagi agar porsi kepemilikan Indonesia mencapai 20%. Divestasi saham dilakukan secara bertahap hingga pada akhirnya nanti pemerintah memiliki 51% saham Freeport.

Menurut Yustinus, metode penghitungan divestasi yang tepat adalah metode income atau discounted cashflow.

“Dengan metode tersebut, maka penghitungan harga saham divestasi akan memasukkan ekspektasi pendapatan (revenue) dan keuntungan (profit) dari yang diharapkan perusahaan,” tandas Yustinus.(RA)