JAKARTA – Kemampuan sumber daya manusia (SDM) untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, dinilai masih sangat terbatas. Kondisi inilah yang selalu menjadi perhatian dari berbagai lembaga, baik nasional maupun internasional.

“Yang menjadi persoalan yang sudah cukup lama adalah kemampuan SDM untuk mengoperasikan dan memelihara fasilitas EBT, baik yang sedang dan sudah dibangun.  Kemampuan SDM (capacity building) kita masih sangat terbatas,”  kata Surya Darma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), kepada Dunia Energi di Jakarta, Selasa (23/1)

Dia menambahkan, Indonesia selalu berpacu antara membangun infrastruktur dan membangun manusia. “Kami mendorong agar pemerintah memperhatikan kesiapan dengan meningkatkan kemampuan kapasitas SDM dalam negeri agar sejalan dengan kesiapan peningkatan pemanfataan EBT,” kata Surya.

Sejak 2011 hingga 2017, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tercatat telah membangun 686 unit pembangkit listrik EBT senilai Rp 3,01 triliun, tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Umumnya adalah daerah-daerah terpencil terisolasi, dan belum terjangkau aliran listrik PT PLN (Persero). Sumber pembiayaan kegiatan-kegiatan tersebut adalah dari APBN, bukan investasi swasta.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 126 unit kegiatan senilai Rp 1,044 triliun belum diserahterimakan ke pemerintah daerah, dan 68 kegiatan di antaranya senilai Rp 305 miliar mengalami kerusakan ringan dan berat.

“Sebanyak 55 unit senilai Rp 261 miliar rusak ringan, yaitu di antaranya karena kapasitas produksi pembangkit listrik menurun dari kemampuan daya optimum tetapi masih beroperasi. Hanya 13 unit dengan nilai kegiatan Rp. 48,85 miliar yang rusak berat atau tidak beroperasi. Kerusakan berat itu diantaranya karena bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan petir,” ungkap Rida Mulyana, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM.

Seluruh kegiatan yang menjadi objek audit tersebut telah diselesaikan pembangunnya, namun beberapa di antaranya mengalami kerusakan dalam pengoperasian karena berbagai sebab.

Pemerintah telah menginvetarisasi kegiatan-kegiatan pembangkit EBT yang mengalami kerusakan, untuk segera dilakukan perbaikan.

Pada Tahun Anggaran 2017, Kementerian ESDM secara bertahap telah menganggarkan biaya perbaikan sebesar Rp. 8,9 miliar. Namun kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak ada rekanan yang berminat untuk melaksanakan perbaikan pembangkit listrik EBT, sehingga dinyatakan gagal lelang.

Pada 2018, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM menganggarkan biaya perbaikan sebesar Rp. 17,68 miliar yang pelaksanaannya sedang dikaji melalui kerja sama swakelola sehingga tidak terjadi lagi gagal lelang. Anggaran perbaikan yang lebih besar, dimaksudkan agar perbaikan 68 unit kegiatan EBT yang rusak dapat tuntas diselesaikan, sehingga dapat segera dioptimalkan pemanfaatannya oleh masyarakat.(RA)