JAKARTA – Pemerintah Indonesia dianjurkan mengikuti jejak negara-negara lain yang sudah berhasil mengembangkan energi baru terbarukan (EBT). Pengembangan EBT yang dilakukan negara-negara lain didasari kesadaran bahwa energi fosil (fossil fuels) sudah tidak acceptable.

“Untuk menuju kemandirian dan ketahanan energi, sudah seharusnya EBT menjadi tulang punggung. Apalagi Indonesia mempunyai potensi EBT yang berlimpah,” kata Abadi Purnomo, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) kepada Dunia Energi, Jumat (25/3).

Salah satu negara yang sangat konsisten dalam upaya unuk mengembangkan energi baru dan terbarukan adalah Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan diketahui menyediakan investasi sekitar 100 miliar won atau setara dengan US$87,64 juta untuk penelitian empiris teknologi beraneka ragam energi.

Hal itu disampaikan oleh Menteri Perdagangan, Industri dan Energi Korea Selatan dalam pertemuan ahli energi di Kantor Regional Korea Electric Power Corp, Februari lalu.

Menurut pejabat terkait, pemerintah Korea Selatan menaikan jumlah nominal belanja pemerintah untuk penelitian empiris teknologi energi baru dari 24 miliar won pada tahun lalu menjadi 100 miliar won pada tahun ini.

Teknologi yang insentif dipelajari adalah smart grid, energi baru terbarukan dan sistem penyimpanan energi
Penelitian empiris didasarkan pada kemampuan kerja dan jaringan transmisi energi yang diperlukan untuk komersialisasi teknologi energi terbarukan guna meingkatkan keamanan dan kinerja.

Menurut Surya Darma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), berbagai macam riset dan insentif diberikan untuk menghasilkan teknologi yang makin efisien untuk pemanfaatan EBT.

“Konsistensi Korea patut dijadikan barometer dan ditiru oleh Indonesia,” tandas Surya Darma.(RA)